Catatan Lari Sepanjang Tahun 2017

Tahun 2017 menjadi tahun yang banyak warna. Banyak hal baru lagi yang dialami, salah satunya mencoba hal yang tadinya saya takuti: berlari full marathon.

Dari niat cuma nyicipin aja tapi akhirnya malah dua kali nyobainnya. Seneng banget sih nyiksa diri!

Kemarin saya sempat iseng menghitung berapa banyak medali lari yang diperoleh tahun 2017. Teryata totalnya ada 20 medali, khusus untuk satu tahun itu. Jadi pengen napak tilas perjalanan berlari di 2017. Boleh, kan?

Pecah Virgin Full Marathon

Niat pertama mendaftarkan diri untuk mengikuti full marathon (FM) adalah menebus rasa penasaran. Walaupun taku banget menghadapin jarak yang buat saya  tidak biasa (42KM), tetapi ada juga rasa penasaran. Dari pada cuma penasaran kan mendingan nyobain langsung. Ya, gak?

Ajang lari FM pertama sengaja saya pilih yang agak jauh dikit, tapi gak jauh-jauh banget: Kuala Lumpur.  Standar Chartered Kuala Lumpur Marathon (SCKLM) menjad tempat sya melepaskan keperawanan berlari marathon. Kebetulan banyak juga temen-temen yang ikut. Jadi kayanya bakalan seru.

Pengalaman menjalani FM Pertama sungguh luar biasa. Terharu aja ternyata saya bisa melaluinya. Biarpun malam sebelumnya saya susah tidur karena nervous.

Race course marathon pertama cukup menantang karena banyak menghadapi tanjakan. Kontur di sana kan memang lumayan hilly. Tapi akhirnya bisa dilalui dengan catatan waktu resmi 5 jam 27 menit.

7 Kali Half Marathon

Karena punya target mengikuti ajang lari FM, maka saya mencoba membiasakan berlari jarak jauh dengan mengikuti race berjarak half marathon (21,1KM).

Ini trik saya biar mau long run sih. Kalau gak ada race suka ada aja alasannya yang membuat larinya gak sesuai target. Bosen aja kayanya.

Tanpa terasa ternyata medali untuk jarak HM di tahun 2017 sebanyak 8 kali dengan  race 2XU Compression Run 2017 sebagai penutup. Dan dengan selesainya race terakhir tersebut maka total medali HM saya ada 11 buah. Lumayan lah ya,,,

Suprisingly, medali yang menjadi favorit didapatkan di race jarak half marathon ini. Dua medali full marathon saya kayanya biasa aja. Best medal versi saya: Superball Run, Pocari Run, 2XU Compression Run.

Full Marathon Kedua di Jakarta Marathon 2017

Pengalaman FM pertama rupanya membuat saya jadi penasaran mau mencoba lagi. Setelah menghitung jeda waktu untuk persiapan menghadapi FM berikutnya, Jakarta Marathon adalah ajang lari yang paling tepat.

Sebenarnya sempat goyah juga mau menjalankan FM kedua ini. Karena banyak teman -termasuk pelatih saya sendiri- agak kawatir saya mengikuti race FM di Jakarta Marathon. Kalau pelari tau lah ya kenapa alasannya..

Tapi saya kembali menguatkan tekad dan jalani aja tanpa target waktu.  Ya karena udah bayar juga. Race-nya kan lumayan muahal!

Akhirnya bisa juga sih. Hehe,,

Menjalani 2 Kali Race Half Marathon dan 1 Kali Race Full Marathon dalam Waktu 1 Bulan

Bulan Oktober kemarin saya mengikuti race Superball Run dan Combi Run dengan jarak masing-masing 21KM. Jeda waktu antara kedua race hanya satu minggu.

Masih kelelahan habis panas-panasan di Superball harus lanjut panas-panasan lagi di Combi Run. Saat di Combi Run kaki mulai terasa goyah. Mulai kelelahan di KM 10, padahal masih ada 11 kilometer lagi yang harus ditempuh. Masing-masing bisa finish dengan jarak 2 jam 17 menit. Lumayan sih ya.

Oiya, di Superball Run kemarin mendapat limited finisher tee untuk 200 orang pertama yang berhasil menerobos garis finish. Gak nyangka juga sih, Ternyata saya gak lambat-lambat banget hehehe..

Tapi belum bisa santai dulu, karena 2 minggu lagi saya harus lari lagi di Jakarta Marathon dengan jarak 42KM itu. Matik gak tuh?

Pertama Kali Naik Podium

Sebelumnya memang sudah pernah mendapat peringkat kelima putri dan nyobain dapat hadiah saat mengikuti Lombok  Marathon 2016 dengan jarak 21KM, tapi gak pernah merasakan naik podium!

Beberapa hari sebelum race tiba-tiba mendaftarkan diri secara kolektif untuk race Jakarta Midnight Marathon. Saya pikir karena lokasi di sekitar CFD kan jadi berasa latihan. Selain itu saya juga kangen mengikuti race dengan jarak 10KM.

Pas larinya sebenernya sedang gak mood. Karena pas berangkat grasak-grusuk. Malahan BIB sempat ketinggalan padahal sudah di jalan. Akhirnya balik lagi ke rumah buat ambil racepack yang tertinggal.

Pas sampai venue, seperti biasa: mules. Jadi harus lari-lari ke toilet padahal 15 menit lagi harus start. Entah kenapa penyakit saya ini selalu kebelet pipis atau pun menjelang race.

Karena buru-buru, glu-gel yang jadi bekal sarapan sebelum berlari pun ketinggalan. Padahal saya belum makan dan habis pup pula. Yasudah deh di bawa santai aja.

Ketika di KM 3, jam saya gak sengaja kepencet. Yang membuat catatan waktu dan jarak lari saya hilang. Makin bete dong!

Saat nyaris memutuskan untuk keluar dari race (DNF), teman saya berkata kalau di depan saya baru sedikit jumlah pelari wanitanya. Itu artinya peluang untuk mendapat podium lumayan besar. Jadi semangat dong! Kesempatan yang langka banget!

Di KM 5 saya mulai menyalip pelari wanita yang berada di urutan 3. Pertama kali dalam hidup ditemani marshal sepeda sampai garis finish. Oh.. gini toh rasanya..

Akhirnya di tahun 2017 saya bisa merasakan pertama kali diiringi marshal sepeda dan pertama kali naik podium untuk jarak 10K wanita. Pelari lambat seperti saya ternyata ada kesempatan juga ya..

Cedera Terparah dan Terlama

Sepanjang saya suka lari dan ikut race, memang beberapa kali mengalami cedera. Tapi yang terakhir ini lumayan lama.

Mungkin memang kaki saya terlalu cape dan belum kuat berlari full marathon, betis kanan saya terasa nyeri sekali. Ya mungkin memang harus istirahat.

Borobudur Marathon pun akhirnya saya lepas. Meskipun sebenarnya jarak yang saya ikuti hanya 21KM. Agak sayang sih karena  katanya bagus banget yang tahun ini. Tapi kalau lagi cedera juga percuma kan?

Beda cerita dengan 2XU Compression Run. Saya pikir karena sudah sebulan jeda dari Jakarta Marathon dan setelahnya saya istirahat jadi gapapa lah sekali lari di 2XU Run ini. Jadi biarpun kaki masih belum pulih saya memaksakan untuk tetap ikut.

Dengan menahan rasa ngilu saya tetap berlari di 2XU dengan jarak 21,1KM. Finish dengan waktu  2 jam 21 menit. Melorot jauh ya dari HM sebelumnya.

Tapi memang gak bisa untuk ngejar speed dulu. Daripada gak bisa lari, kan?

Waktu yang merosot ini sebenarnya karena jaraknya juga  lebih, jika berpatokan dengan waktu di garmin watch saya. Kalau dilihat dari total pace-nya sih tidak ada penurunan sama sekali.

Taoi sukup hepi karena bisa tamat race terakhir di 2017. Bahagianya ternyata cuma sementara. 3 jam kemudian kaki kanan saya terasa nyut-nyutan parah. Bahkan jalan ke kamar mandi aja susah.

Esok harinya saya kembali mendatangi Dr. Susetyo, spesialis sport akupuntur, buat terapi. Setelah diakupuntur ternyata tidak langsung pulih. Harus sabar banget buat bisa balik lari lagi.

Alhamdulillah ketika saya menulis ini (1 bulan kemudian), kaki ini sudah kembali bisa berlari biarpun belum sepenuhnya pulih. Katanya sih pelan-pelan aja dulu sampai kaki bisa beradaptasi lagi. Tapi sabar itu memang berat ya!

Mengumpulkan 20 Medali dengan Jarak Berbeda

Perasaan sih gak banyak race yang saya ikuti, karena saya mengambil full marathon. Saya pikir kan harus ada istirahatnya. Tapi ternyata lumayan juga jumlahnya. Jadi 20 medali yang didapatkan sebagai berikut:

42K – Standard Chartered Kuala Lumpur Marathon

42K – Jakarta Marathon

21K – BFI Run

21K – Komando Run

21K – Pocari Sweat West Java Marathon

21K – Maybank Bali Marathon

21K – Superball Run

21K – Combi Run

21K – 2XU Compression Run

17,8K – Titan Run

16,8K – Anyo Run

12K – Puma Night Run

10K –  Dirgantara Run

10K – Halim Runaway

10K – BNI UI Half Marathon

10K – Milo Run (First 2000 10K Finisher)

10K – Jakarta Midnight Marathon

8K – Bulungan Run

7K – Run and Recuit

5K – Sky Run

Walaupun belum ada target apa-apa, tapi 2018 ini saya akan tetap berlari. Berlari gak harus jarak jauh atau mengejar kecepatan. Saya mau menikmati prosesnya.

Semoga tahun ini semakin banyak warna dan cerita. Amin!

6 Trik Pelari Pemula Menaklukan Lari Maraton Pertama

Lari santai gak harus mikir? Salah banget. Apalagi kalau lari untuk full marathon. Saya percaya setiap pelari punya metode masing-masing untuk mempersiapkan race. Kebetulan saya ini masuknya ke recreational runner. Pokoknya yang waktunya jauh banget lah sama pelari podiumer.

Berlari santai juga perlu Persiapan. Kalau gak siap gimana bisa santai? Kalau latihan sih ya sudah jelas wajib hukumnya. Semakin jauh berlari, semakin banyak tenaga yang terbuang. Bagaimana berlari dengan efisien?

BUAT TARGET WAKTU!

Bagaimana bisa mendapatkan target waktu? Berdasarkan hasil latihan dan pencapaian waktu di race 10K dan 21K sebelumnya. Saya berani membuat target waktu 5.30 untuk maraton pertama di Standard Chartered Kuala Lumpur Marathon (SCKLM), setelah waktu half marathon race sebelumnya (pada akhirnya) bisa di bawah 2.30. Sebelumnya agak susah menembus ini. Masalah waktu sih. Semakin terbiasa kita berlari maka semakin terbiasa juga dengan jarak.

04.00 – Start

06.30 – 21km

08.00 – 30km

09.30 – Finish

Target ini gak mutlak kok. Belajar dari pengalaman, saya sadar kalau kita gak akan tau “faktor X” yang mungkin terjadi saat race. Tapi bikin patokan gak ada salahnya. Jadi tau kapan harus santai dan seberapa santai. Kalau ada sisa waktu banyak kan waktu santainya agak lamaan. Santai saya ini maksudnya berjalan kaki. Pokonya apapun yang terjadi jangan sampai berhenti. Takut nanti jadi ngunci dan susah lari.

Iya, saya pernah 2 kali kena kram saat race HM dan rasanya gak enak banget.

Berlari di track yang memiliki elevasi lumayan panjang memang perlu strategi. Selain saya mempercayai Saucony Freedom yang baru dibeli menjelang race (uhuk! Pamer…), saya (mesti) mempercayai badan saya sendiri. Ini strategi pelari ala-ala ini dalam menghadapi rute SCKLM yang buat kata orang-orang menantang:

1. Fokus dan sensi

Entah saya harus bersyukur atau sedih saat kehilangan Sony Walkman yang menjadi senjata saya supaya gak bosen kalau lagi lari. Bete juga sih karena biasa race dengan earphone. Tapi ternyata ini yang menjadi penolong saya di SCKLM. Pas tau badan cape banget yaudah jangan ngoyo. Dipaksain lari juga pace-nya gak bakal nambah banyak. Nah ada momen badan saya dingin banget. Kayanya sekitar KM 17. Langit masih redup. Saya liat kulit tangan sudah mengeluakan garam. Bibir juga asin. Lidah pait.

Lidah mulai nagih yang manis-manis. Saya mulai mengurangi pace dan banyak jalan. Selain itu memang kecapean juga banyak dihajar naik turun. Lumayan pegel-pegel di paha dan betis. Saya berlari dengan menikmati cadangan terakhir energy gel (yang pertama sudah dimakan di KM 10). Sampai bertemu WS langsung meneguk air putih. Sampai badan enakan saya coba lari lagi seperti biasa. Yang tahu kondisi badan kita ya diri kita sediri. Jadi saat berlari – meskipun di kecepatan yang menurut kita santai – mesti tetap fokus.

2. Dukung kenyamanan berlari

Apa yang bikin kita gak nyaman saat berlari, hindari! Karena tidak memiliki mental dan fisik sekuat atlet, saya memilih gear yang menambah kenyamanan. Sadar diri gak kuat kena terik matahari, saya memakai sport eyewear, visor, dan buff. Buff ini fungsinya sekalin untuk mengelap keringat bisa juga dipakai dikepala untuk menutupi ubun-ubun dari sinar matahari. Sadar kakinya gampang pegal, saya memakai celana compression. Untuk sepatu cari yang paling nyaman. Ukuran jangan sampai kesempitan. Saya pun memilih tidak membawa hydration untuk mengurangi beban yang dibawa tubuh. Untuk event sekelas SCKLM persiapan air minum pasti sudah disiapkan dengan baik oleh panitia. Masalah-masalah pribadi yaudah gak udah dipikirin dulu.

3. Makan banyak supaya kuat

Gak sia-sia selama 2 hari di KL pesta karbo. Ternyata lari di atas 21K itu memang butuh tenaga banyak ya. Kesalahan saya adalah saya Cuma membawa 2 gu-gel. Ternyata kalau udah lari jauh gitu maunya ngemil terus. Bocorannya sih akan mendapat pisang di KM 17, ternyata… zonk!

Pisang saya dapat beberapa kali tapi sudah di atas 25km. Berharap banget dapat pisang karena perut sudah kembung dengan air. Walaupun di WS sebelumnya sudah mendapat gel sih. Lumayan buat nambah tenaga. FM itu memang ajaib. Ada masanya tenaga habis sehabisnya. Tapi ada masanya tenaga pulih dan ada kekuatan buat lari lagi. Makan dan minum ini memang penting!

4. Menikmati perjalanan apapun tanjakannya

Pertama kali ikut full marathon dan langsung kena track yang banyak tanjakannya. Pertama kali dapat tanjakan masih dilariin. Saat turunan dihajar speed. Tanjakan kedua, masih semangat seperti tanjakan pertama. Tanjakan ketiga, mulai goyah. Setelah sadar kalau tanjakannya ini akan berlanjut terus akhirnya mulai santai sama diri sendiri. Kalau tanjakan yaudah jalan aja. Pas turunan ya ambil kesempatan buat lari. Saat turunan pace kita akan naik meski dengan power yang sama. Lumayan bisa menggantikan utang waktu saat jalan.

Berlari dengan pace sendiri. Jadi saat dilewati banyak pelari lain yasudah santai aja. Nanti juga kebalap lagi. Eh..

5. Cari teman ngobrol

Sepanjang lari saya bertemu dengan beberapa teman dari Run For Indonesia tapi ya gak sempat ngobrol. Namanya juga masih fokus lari. Saat 5 kilo terakhir, di saat kaki udah males lari, bertemu dengan yang memakai jersey yang sama. Saat-saat ini saya butuh banget teman senasib. Kebetulan saya bertemu yang senasib: menikmati jalan santai.

6. Berdoa

Manusia hanya bisa berusaha, Tuhan yang menentukan. Saya ingat jika kita berdoa dengan tulus dan khusyuk insya Allah akan dijabah. Apalagi lagi sengsara-sengsaranya. Saat berlari kita hanya bisa berkomunikasi dengan diri sendiri dan Tuhan. Daripada mengeluh saya lebih memilih berdoa. Doa supaya sehat sampai finish. Jujur, saya takut sekali kalau sampai pingsan atau cedera. Apalagi saya seorang ibu, ada anak-anak yang menunggu di rumah. Saya berdoa supaya saya sehat, anak-anak di rumah juga sehat. Gak lucu kan kalau gara-gara lari saya jadi kenapa-napa. Apalagi larinya jauh. Jauh dari rumah.

Saya memang bukan pelari cepat apalagi pelari pro. Cuma ibu dari dua orang anak yang belum ada setahun berlari tapi nekat mengambil jarak full marathon. Bukan, bukan mau cuma gaya-gayaan. Tapi memang mau menguji kemampuan diri. Dari pada penasaran terus. Biar nekat tapi saya latihan kok. Walaupun sejujurnya tidak ada latihan long run, tapi konsisten latihan dengan menu yang variatif.

Untuk membuat target waktu tidak bisa menebak asal. Melihat hasil latihan yang dijalani dan juga dari catatan waktu dari race terakhir. Karena pelari ala-ala ini agak malas kalau lari jauh-jauh jadi saya sengaja mengambil race half marathon di bulan april (SCKLM di tanggal 21 Mei). Dari hasilnya jadi tahu bisa menargetkan waktu berapa untuk SCKLM ini. Sekali lagi saya tekankan kalau inilah cara saya – si pelari ala-ala- untuk saya sendiri. Jangan protes ya…

Pecah Marathon Pertama di SCKLM

Entah sudah masuk ke toilet berapa kali untuk buang air kecil. Ekspetasi saya jam 9 malam sudah tidur bagai mayat. Kenyatannya malah tidak bisa tidur nyenyak, walau mata rapat tertutup.  Apakah semua orang begini waktu menghadapi full marathon pertama?

Guling kanan, guling kiri, hingga menyelupkan seluruh badan ke dalam selimut termasuk kepala. Saat melirik jam ternyata sudah berada di tengah malam.

2.30. Alarm di smartwatch memanggil walaupun sebenarnya saya tidak bisa tidur. Tandanya harus siap-siap. Wanita kan persiapannya lumayan banyak. Yang  pertama saya lakukan adalah: Makan. Setidaknya saya harus punya cukup tenaga saat lari nanti. Biarpun nasinya dingin. Biarpun gak ada enak-enaknya. Pokoknya makan!

Pukul 3.15 saya turun ke lobi hotel bertemu #KawanLari yang juga akan berlari bersama-sama di Standard Chartered Kuala Lumpur Marathon (SCKLM). Bermodal dua energy gel -makanan konsentrat berupa gel- yang menjadi satu-satunya bekal berlari 42km nanti. Jarak ke venue cukup untuk dijadikan jogging pemanasan sebelum lari. Mengikuti pesan coach saya via whatsapp di malam sebelumnya, saya mencoba berdoa khusyuk sebelum mulai berlari. Mau makan aja kita doa apalagi mau lari jauh!

FB_IMG_1495676784026
Wajah-wajah bangun tidur dan yang tidak bisa tidur di pukul 3.15 pagi hari

Menjelang  pukul 4.00 – waktu start untuk kategori FM – di Dataran Merdeka.

Bersama 3600 pelari dari semua kategori. Untuk kategori Full Marathon terdapat 7000 pelari yang bersiap mengasah kakinya. Air mata mulai rembes. Sudah tidak ada lagi rasa takut. Yang tersisa adalah rasa haru. Gilaa… gue mau lari aja mesti jauh-jauh ke sini! Seloooo!

4.00 – flag-off

Berlari dengan santai. Gimana gak santai, saya dari Pen 4. Meski pada akhirnya menyelinap di Pen 3 bagian belakang. Kalau mau berlari lebih depan harus tangguh salip menyalip. Karena berlari sendiri jadi lebih mudah untuk salip menyalip. Santai tapi lama-lama berkeringat juga. Berlari pada pukul 4 ini lumayan menyenangkan sih. Kalau waktu Jakarta berarti masih pukul 3. Udara masih sejuk.

Wah, asik juga nih SCKLM! Gak salah deh FM di sini!

Batin saya bersautan sambil menikmati lari di medan yang menurun. Badan tidak terlalu lelah dan saya cukup menikmati pola lari ini. 5km pertama yang menyenangkan. Belari di average pace 6.40. Kalau melihat target waktu saya finish di sub 5 jam 30 menit, harusnya pas. Setelah dibuai dengan jalur yang menyenangkan tiba-tiba sampai ke posisi… MENANJAK!

Kira-kira berada di KM 7 dan bertemu Mbak Rijan, kawan lari dari Run For Indonesia (RFI). Sambil berlari Mbak Rijan mengajari saya cara berlari saat tanjakan dan cara berlari saat turunan. Saat menanjak kaki menjejak agak lebar ke kanan dan ke kiri. Tidak perlu terlalu cepat.

Setelah tanjakan pasti turunan. Saat jalan menurun jangan menahan kaki. Lari seperti sedang melakukan interval. Asik sih!

Baru senang menghadapi turunan tiba-tiba harus bertemu tanjakan lagi. Mulai gak asik nih. Hmm..

Tapi ya namanya lagi race, usaha mah tetep perlu. Jadi saya tetap mencoba berlari dengan pola yang sama. Sekarang lumayan ngos-ngosan.

Masih dalam keadaan ngos-ngosan, saya bertemu tanjakan lagi. Masya Allah!

20170521_062445-01

Akhirnya cadangan makanan pertama saya saya buka. Saya lupa sih tepatnya, yang jelas setelah KM 10. Sepertinya di KM 12. Tidak mampu menyamakan energi Mba Rijan yang sepertinya masih baterainya masih full, saya menyerah. Saya mempersilakan Mbak Rijan lanjut berlari dan saya cukup berjalan. Skill emang gak bisa bohong ya hehe..

Tapi untung juga saya gak terlalu ngoyo, ternyata tanjakan dan turunan ini terus berlangsung. Saya juga gak tau apakah ada akhirnya. Buat pemula yang masih ala-ala butuh lari dengan strategi. Kebetulan strategi saya adalah: Lari-jalan-lari-jalan-lari-jalan.

Badan Mulai Dingin

Matahari masih belum menyumbul, langit masih betah dengan keredupan. Saya juga berharap jangan segera terik. Tapi ternyata tubuh saya mulai terasa dingin. Mungkin juga karena keringat yang mengalir di tubuh. Saya memilih melambatkan lari (yang sebenarnya sudah lambat ini) dan cenderung jalan. Kira-kira di KM 17. Sampai di KM 19 saya mulai membuka cadangan energy gel yang juga tinggal satu-satunya. Nyesel juga sih belagu cuma bawa cadangan 2 gel. Lidah mulai nagih yang manis-manis. “Harusnya gue bawa permen!” membatin.

DSC03447-01
Bekal makanan satu-satunya saat race: energy gel

Namanya mau lari dengan selamat jadi saya gak mau terlalu nyoyo juga. Saat sampai di water station langsung mengambil 2 gelas air dan menghabiskannya, Kembung sih. Mulai pengen makan makanan yang padat tapi apa daya belum ada. Berharap dikasih panitia tapi belum sampai kilometernya.

Dalam kepayahan itu saya teringat kekuatan doa. Kalau udah gini aja langsung relijius. Melafalkan ayat alqur’an yang saya hapal. Kebetulan yang saya hapal juga tidak banyak. Tidak lupa untuk minta ke Sang Pencipta untuk diberi sehat sampai garis finish. Jangan sampai kenapa-napa. Lari kan niatnya mau bahagia, bukan sengsara.

Bertemu Pacer = Mimpi Buruk

Saat dilewati pacer 5.00 saya masih santai. Memang bukan target saya finish di bawah 5 jam. Tapi saat gerombolan balon pacer 5.30 lewat saya menjerit. Menjerit dalam hati. Gak terima!

Sedih karena saya merasa tidak mungkin bisa menyusul para pacer. Apalagi kondisi kaki lagi malas diajak lari. Kilometer terberat buat saya ada di antara 25km-30km. Dari data sih memang di sana average pace menurun ke 8.30. Paling jebol. Sudah pualing banyak jalannya.

Ya sedih jangan lama-lama. Biar tersalip yang penting harus bisa lari lagi. Kalau jalan terus kapan finishnya?

Kebetulan medannya lagi lumayan bersahabat. Menjelang KM 30 semangat kembali bangkit. Kata orang-orang di sini adalah titik hitam berlari FM. Untungnya saya masih gak di ambang hitam-hitam banget. Masih bisa lari tanpa kerasa kram. Ini sih harapan saya banget.

Matahari mulai naik dan mulai memasang buff untuk menutupi kepala dari sinar matahari. Dalam pejalanan bertemu Ko Willy  dari RFI dan Pacer 5.30. Sempoat-sempatnya mengambil jeda untuk sekadar foto bersama di gate 30km. Tapi sayangnya gak dari hape saya jadi gak tau itu di mana fotonya!

Dalam kesempatan ini juga saya diam-diam berlari duluan mendahului pacer 5.30. Akhirnya…

Bertemu #kawanlari

Setelah berhasil balas dendam ke pacer 5.30 yang sebelumnya melewati, ternyata masih banyak yang bikin up and down. Pas ketemu kurma saya senangnya luar biasa. Tidak ragu-ragu, saya ambil dua kurma! Pokoknya apa yang bisa dimakan akan saya makan. Setiap makanan berkontribusi menyumbang tenaga untuk sampai garis finish. Ini penting!

Saat mendapat minuman ya saya minum sepuasnya. Saat mendapat sponge basah saya ambil buat mendinginkan badan. Karena sponge-nya sudah tidak dingin jadi sebenarnya fungsinya cuma buat basuh badan aja. Positifnya badan jadi lebih segar. Minusnya adalah.. sepatu saya jadi basah.

Jadi saya berlari dengan kondisi telapak kaki basah. Nyaman? Tentu saja tidak. Rasanya mau buka sepatu. Tapi saat berlari sudah di atas 30km batas nyaman dan tidak nyaman sudah setipis kulit Syahrini. Lari sih lanjut terus sampai gak kuat lari lagi. Karena garis finish masih lama.

Saya sudah dilewati beberapa teman, saya juga sudah melewati banyak orang yang sebelumnya menyusul. Dari badan yang sudah habis tenaga sampai tiba-tiba ada tenaga lagi. Dari redup, hingga akhirnya terang, sampai tiba-tiba hujan. Dari disusul pacer, sampai akhirnya balas menyusul, dia pun kembali melewati, saya pun akhirnya menyusul lagi.

Berlari FM ini memang benar-benar seperti dalam perjalanan panjang. Jadi teringat kata supir taksi yang mengantarkan saya ke tempat belanja di sana yang bilang untuk jarak 42km nyetir pakai mobil aja udah bikin pegel apalagi harus lari. Iya juga sih.

Tapi di KM 36 ini saya berusaha bertahan dengan sisa-sisa tenaga. Sudah mulai meregangkan kaki dengan kembali banyak berjalan. Kemudian bertemu kembali dengan kawan lari dari RFI dan akhirnya saling berbagi kesengsaraan. Tenyata yang dibutuhkan saat ini adalah TEMAN. Lari juga udah gak kuat. Saat turunan saling menyemangati untuk berlari, saat tanjakan dua-duanya gak ada yang memberi semangat. Jalan adalah cara terbaik.

Mengumpat. 3 kilo terakhir saat yang nyaman untuk mengumpat.

“Om, kita udah di km 40!”

“Bodo amat! Di jam gue udah 41!”

“Di jam aku juga sih. Bangke ya!”

Segala macam sumpah serapah yang gak mungkin saya tulis di sini keluar saat itu. Enak juga sesekali mengumpat. Kalau di awal-awal masih penuh kesabaran, di 3 kilometer terakhir tingkat emosi sedang memuncak. Bagus sih buat ngilangin stres.

Last Push!

“Fit, di depan garis finish. Segini mah gue berani deh dilariin” Kata Om Gunawan yang menjadi teman seperjalanan di 5 kilometer terakhir ini. Tapi kok jalannya menanjak. Jujur, saya sih gak bernai lari di tanjakan. Gak mampu.

Pas mendekat ternyata balon yang dianggap garis finish itu hanylah petunjuk bahwa garus finish tinggal 500m lagi. Antara mau ngomel sama mau ketawa. Kami pun melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Sampai akhirnya kamu melihat finish line:

“Om, yuk kita last push!”

Saya berlari dengan sisa-sia tenaga. Kebetulan dikasih turunan, jadi seperti dikasih bonus di akhir perjalanan. Saat gate semakin dekat, saya melihat waktu di gate berapa detik lagi tepat pukul 9.30. Ini berarti waktu saya untuk mencapai target sub 5.30 akan segera berakhir. Saking paniknya saya sampai teriak. Akhirnya terlewat dua detik. Hiks.

Tapi waktu berdasarkan chip time masih kurang 2,5 menit. Akhirnya berhasil menyelesaikan FM pertama dengan waktu official 5.27.24. Hamdallah..

Ya itulah kisah yang lumayan bikin deg-deg-ser di race FM pertama. Lumayan menyenangkan sih. Bikin penasaran mau nyoba lagi. Tapi…

gak sekarang!