Tahun 2017 menjadi tahun yang banyak warna. Banyak hal baru lagi yang dialami, salah satunya mencoba hal yang tadinya saya takuti: berlari full marathon.
Dari niat cuma nyicipin aja tapi akhirnya malah dua kali nyobainnya. Seneng banget sih nyiksa diri!
Kemarin saya sempat iseng menghitung berapa banyak medali lari yang diperoleh tahun 2017. Teryata totalnya ada 20 medali, khusus untuk satu tahun itu. Jadi pengen napak tilas perjalanan berlari di 2017. Boleh, kan?
Pecah Virgin Full Marathon
Niat pertama mendaftarkan diri untuk mengikuti full marathon (FM) adalah menebus rasa penasaran. Walaupun taku banget menghadapin jarak yang buat saya tidak biasa (42KM), tetapi ada juga rasa penasaran. Dari pada cuma penasaran kan mendingan nyobain langsung. Ya, gak?
Ajang lari FM pertama sengaja saya pilih yang agak jauh dikit, tapi gak jauh-jauh banget: Kuala Lumpur. Standar Chartered Kuala Lumpur Marathon (SCKLM) menjad tempat sya melepaskan keperawanan berlari marathon. Kebetulan banyak juga temen-temen yang ikut. Jadi kayanya bakalan seru.
Pengalaman menjalani FM Pertama sungguh luar biasa. Terharu aja ternyata saya bisa melaluinya. Biarpun malam sebelumnya saya susah tidur karena nervous.
Race course marathon pertama cukup menantang karena banyak menghadapi tanjakan. Kontur di sana kan memang lumayan hilly. Tapi akhirnya bisa dilalui dengan catatan waktu resmi 5 jam 27 menit.
7 Kali Half Marathon
Karena punya target mengikuti ajang lari FM, maka saya mencoba membiasakan berlari jarak jauh dengan mengikuti race berjarak half marathon (21,1KM).
Ini trik saya biar mau long run sih. Kalau gak ada race suka ada aja alasannya yang membuat larinya gak sesuai target. Bosen aja kayanya.
Tanpa terasa ternyata medali untuk jarak HM di tahun 2017 sebanyak 8 kali dengan race 2XU Compression Run 2017 sebagai penutup. Dan dengan selesainya race terakhir tersebut maka total medali HM saya ada 11 buah. Lumayan lah ya,,,
Suprisingly, medali yang menjadi favorit didapatkan di race jarak half marathon ini. Dua medali full marathon saya kayanya biasa aja. Best medal versi saya: Superball Run, Pocari Run, 2XU Compression Run.
Full Marathon Kedua di Jakarta Marathon 2017
Pengalaman FM pertama rupanya membuat saya jadi penasaran mau mencoba lagi. Setelah menghitung jeda waktu untuk persiapan menghadapi FM berikutnya, Jakarta Marathon adalah ajang lari yang paling tepat.
Sebenarnya sempat goyah juga mau menjalankan FM kedua ini. Karena banyak teman -termasuk pelatih saya sendiri- agak kawatir saya mengikuti race FM di Jakarta Marathon. Kalau pelari tau lah ya kenapa alasannya..
Tapi saya kembali menguatkan tekad dan jalani aja tanpa target waktu. Ya karena udah bayar juga. Race-nya kan lumayan muahal!
Akhirnya bisa juga sih. Hehe,,
Menjalani 2 Kali Race Half Marathon dan 1 Kali Race Full Marathon dalam Waktu 1 Bulan
Bulan Oktober kemarin saya mengikuti race Superball Run dan Combi Run dengan jarak masing-masing 21KM. Jeda waktu antara kedua race hanya satu minggu.
Masih kelelahan habis panas-panasan di Superball harus lanjut panas-panasan lagi di Combi Run. Saat di Combi Run kaki mulai terasa goyah. Mulai kelelahan di KM 10, padahal masih ada 11 kilometer lagi yang harus ditempuh. Masing-masing bisa finish dengan jarak 2 jam 17 menit. Lumayan sih ya.
Oiya, di Superball Run kemarin mendapat limited finisher tee untuk 200 orang pertama yang berhasil menerobos garis finish. Gak nyangka juga sih, Ternyata saya gak lambat-lambat banget hehehe..
Tapi belum bisa santai dulu, karena 2 minggu lagi saya harus lari lagi di Jakarta Marathon dengan jarak 42KM itu. Matik gak tuh?
Pertama Kali Naik Podium
Sebelumnya memang sudah pernah mendapat peringkat kelima putri dan nyobain dapat hadiah saat mengikuti Lombok Marathon 2016 dengan jarak 21KM, tapi gak pernah merasakan naik podium!
Beberapa hari sebelum race tiba-tiba mendaftarkan diri secara kolektif untuk race Jakarta Midnight Marathon. Saya pikir karena lokasi di sekitar CFD kan jadi berasa latihan. Selain itu saya juga kangen mengikuti race dengan jarak 10KM.
Pas larinya sebenernya sedang gak mood. Karena pas berangkat grasak-grusuk. Malahan BIB sempat ketinggalan padahal sudah di jalan. Akhirnya balik lagi ke rumah buat ambil racepack yang tertinggal.
Pas sampai venue, seperti biasa: mules. Jadi harus lari-lari ke toilet padahal 15 menit lagi harus start. Entah kenapa penyakit saya ini selalu kebelet pipis atau pun menjelang race.
Karena buru-buru, glu-gel yang jadi bekal sarapan sebelum berlari pun ketinggalan. Padahal saya belum makan dan habis pup pula. Yasudah deh di bawa santai aja.
Ketika di KM 3, jam saya gak sengaja kepencet. Yang membuat catatan waktu dan jarak lari saya hilang. Makin bete dong!
Saat nyaris memutuskan untuk keluar dari race (DNF), teman saya berkata kalau di depan saya baru sedikit jumlah pelari wanitanya. Itu artinya peluang untuk mendapat podium lumayan besar. Jadi semangat dong! Kesempatan yang langka banget!
Di KM 5 saya mulai menyalip pelari wanita yang berada di urutan 3. Pertama kali dalam hidup ditemani marshal sepeda sampai garis finish. Oh.. gini toh rasanya..
Akhirnya di tahun 2017 saya bisa merasakan pertama kali diiringi marshal sepeda dan pertama kali naik podium untuk jarak 10K wanita. Pelari lambat seperti saya ternyata ada kesempatan juga ya..
Cedera Terparah dan Terlama
Sepanjang saya suka lari dan ikut race, memang beberapa kali mengalami cedera. Tapi yang terakhir ini lumayan lama.
Mungkin memang kaki saya terlalu cape dan belum kuat berlari full marathon, betis kanan saya terasa nyeri sekali. Ya mungkin memang harus istirahat.
Borobudur Marathon pun akhirnya saya lepas. Meskipun sebenarnya jarak yang saya ikuti hanya 21KM. Agak sayang sih karena katanya bagus banget yang tahun ini. Tapi kalau lagi cedera juga percuma kan?
Beda cerita dengan 2XU Compression Run. Saya pikir karena sudah sebulan jeda dari Jakarta Marathon dan setelahnya saya istirahat jadi gapapa lah sekali lari di 2XU Run ini. Jadi biarpun kaki masih belum pulih saya memaksakan untuk tetap ikut.
Dengan menahan rasa ngilu saya tetap berlari di 2XU dengan jarak 21,1KM. Finish dengan waktu 2 jam 21 menit. Melorot jauh ya dari HM sebelumnya.
Tapi memang gak bisa untuk ngejar speed dulu. Daripada gak bisa lari, kan?
Waktu yang merosot ini sebenarnya karena jaraknya juga lebih, jika berpatokan dengan waktu di garmin watch saya. Kalau dilihat dari total pace-nya sih tidak ada penurunan sama sekali.
Taoi sukup hepi karena bisa tamat race terakhir di 2017. Bahagianya ternyata cuma sementara. 3 jam kemudian kaki kanan saya terasa nyut-nyutan parah. Bahkan jalan ke kamar mandi aja susah.
Esok harinya saya kembali mendatangi Dr. Susetyo, spesialis sport akupuntur, buat terapi. Setelah diakupuntur ternyata tidak langsung pulih. Harus sabar banget buat bisa balik lari lagi.
Alhamdulillah ketika saya menulis ini (1 bulan kemudian), kaki ini sudah kembali bisa berlari biarpun belum sepenuhnya pulih. Katanya sih pelan-pelan aja dulu sampai kaki bisa beradaptasi lagi. Tapi sabar itu memang berat ya!
Mengumpulkan 20 Medali dengan Jarak Berbeda
Perasaan sih gak banyak race yang saya ikuti, karena saya mengambil full marathon. Saya pikir kan harus ada istirahatnya. Tapi ternyata lumayan juga jumlahnya. Jadi 20 medali yang didapatkan sebagai berikut:
42K – Standard Chartered Kuala Lumpur Marathon
42K – Jakarta Marathon
21K – BFI Run
21K – Komando Run
21K – Pocari Sweat West Java Marathon
21K – Maybank Bali Marathon
21K – Superball Run
21K – Combi Run
21K – 2XU Compression Run
17,8K – Titan Run
16,8K – Anyo Run
12K – Puma Night Run
10K – Dirgantara Run
10K – Halim Runaway
10K – BNI UI Half Marathon
10K – Milo Run (First 2000 10K Finisher)
10K – Jakarta Midnight Marathon
8K – Bulungan Run
7K – Run and Recuit
5K – Sky Run
Walaupun belum ada target apa-apa, tapi 2018 ini saya akan tetap berlari. Berlari gak harus jarak jauh atau mengejar kecepatan. Saya mau menikmati prosesnya.
Semoga tahun ini semakin banyak warna dan cerita. Amin!