Sejauh-jauhnya pergi tetapi tetap mengingat untuk kembali. Rumah ideal buat saya adalah yang sehat dan anti stress. Jadi dalam kondisi apapun selalu ingin pulang.
Bagaimana bisa nyaman jika lingkungan yang kita tempati tidak sehat? Tempat tinggal yang sehat adalah elemen penting untuk mencapai keseimbangan hidup dan membuat penghuninya untuk tetap bahagia, baik fisik maupun mental.
SYARAT UTAMA HUNIAN SEHAT DAN NYAMAN
Hunian ideal bagi setiap orang berbeda-beda, tapi pasti semua setuju jika tempat tinggal itu harus sehat. Dan kita pun dengan nyaman untuk dapat beraktivitas di dalamnya bersama dengan keluarga. Sehat itu bukan hanya fisik, tetapi juga psikologis. Rumah yang nyaman mendukung kita untuk sehat secara fisik dan mental.
Ketika saya melihat Permata Hijau Suites, di kepala saya langsung terisi dengan visual rumah sehat yang ideal. Sehat adalah bagian dari gaya hidup dan sebuah hunian harus benar-benar bisa menjadi “rumah”.
Berikut syarat dari rumah hunian yang menjadi catatan saya:
Memiliki Pencahayaan Alami dan Ventilasi yang Cukup Baik
Tempat tinggal yang sehat tentunya mendukung kita untuk tetap mendapat sinar matahari, terutama di pagi hari. Sumber vitamin D didapatkan dari penyerapan sina matahari melalui kulit tubuh.
Walaupun tinggal di hunian bersusun (baca: apartment), akan tetapi jangan lupakan agar hunian kita masih mendapat sinar matahari dan juga aluran untuk sirkulasi udara. Ini juga untuk menghindari rumah kita dari pengap dan lembab.
Rumah yang tertutup dari sinar matahari beresiko untuk menjadi sarang bibi penyakit. Rumah sehat harus memiliki ventilasi yang cukup agar sirkulasi udara lancar dan ruangan tetap segar.
Dari kedua hal di atas saya mau menyempilkan exhaust fan kitchen. Asap dari kompor juga merupakan polusi udara yang menganggu pernapasan. Jadi, jangan lupa untuk memiliki alat ini di dapur ya!
Rumah yang nyaman adalah yang sesuai dengan kepribadian, begitupun dengan tempat kerja. Ruang kerja, buat saya bukan hanya sebuah tempat yang menyediakan meja dan kursi kerja tetapi juga fleksibel. Fleksibel dalam arti mendukung berbagai pekerjaan saya yang dijalani,
Apalagi pekerjaan saya agak gak jelas: freelancer yang nyambi jadi enterpreuneur. Begitulah kalau kerja yang diawali dari hobi. Kerjanya sudah bagian dari lifestyle. Kata halus dengan ‘mengomersilkan hobi’.
Nambah hobi jadi nambah kerjaan.
Tantangannya adalah gimana harus bisa tetap produktif. Sebagai ibu rumah tangga, sebagai praktisi yoga dan olahraga, dan sebagai orang yang menjalankan bisnis di industri tersebut.
Bukan hanya produktif, tapi juga kreatif. Saat hobi menjadi pekerjaan, disitulah tanggungjawab bertambah. Harus ada target supaya segala yang dikerjakan tidak sekadar buang-buang waktu (dan uang).
APAKAH RUMAH SEBAGAI TEMPAT TERNYAMAN UNTUK BEKERJA?
Kata seorang teman saya yang setengah nyindir dan setengah ngeledek. Karena melihat jalan saya yang sampai ngangkang-ngangkang pas sampai ke kantor tempat saya syuting strimingan di Pondok Indah. Kala itu arus jalan memang padat sekali sampai-sampai saya tiga jam dalam peralanan ruman di ke Bekasi ke Pondok Indah.
Ironisnya, saya tetap mengulanginya.
Dengan menyetir sendiri.
Ya gimana lagi? Sejujurnya ini memang cara yang paling hemat dan nyaman yang bisa saya lakukan. Saya masih belum nyaman dengan transportasi umum, kecuali taksi. Gak mungkin juga saya harus naik taksi setiap pergi. Secara kilometer, rumah saya ke tempat kerja dan latihan itu jauh. Namanya juga di Bekasi.
Impian saya memang bisa ke tempat latihan atau kerja dengan naik sepeda, atau mungkin lari. Karena memang saya hobi lari. Tapi kan sangat sulit tercapai selama rumah saya masih di Bekasi. Karena tempat tujuan saya ya sehari-hari ya di tengah kota Jakarta.
Mau banget jadi warga negara yang gak banyak ngeluh. Tapi sejujurnya saya sering ngedumel kalau kena macet di jalan. Mau pulang harus nunggu peak hour beres. Sampai rumah udah larut malam.
Kalau saya ditanya tentang mimpi, jawabannya adalah:
Ternyata begini ya rasanya kalau sudah menginjak satu tahun berlari. Bisa mengalami pengulangan di satu race yang sama dengan pengalaman dan cerita yang berbeda. Merasakan progress diri sendiri yang tanpa disadari semakin lama semakin meningkat.
Ini masalah waktu.
Ternyata jam terbang memang gak bisa bohong. Dengan kemampuan lari saya yang ala kadarnya, ternyata bisa melakukan perbaikan waktu juga.
Semakin lama semakin biasa. Mungkin ini juga yang terjadi pada kaki saya. Setahun yang lalu, setiap ikut race dan berlari di satu kilo pertama rasanya sudah mau menyerah saja. Sekarang, ya Alhamdulillah..
Tetep cape juga.
Gak mungkin gak cape. Namanya lari ya pasti cape. Tapi badan sudah bisa lebih berkompromi. Sudah bisa ngatur-ngatur pace di setiap jarak. (Gaya banget ya!)
MILO JAKARTA INTERNATIONAL 10K
Buat lomba lari 10K, event MILO Jakarta International 10K ini dianggap bergengsi. Masih diminati oleh para penggiat lari, baik yang pro maupun yang sekadar hura-hura. Event laridi Jakarta ini sudah ada sejak tahun 2004. Yang menarik dari event ini adalah medalinya terbatas hanya untuk 2000 penamat pertama.
Fitri Tasfiah, muncul di tahun 2016. Dengan bermodalkan latihan lari yang baru sebulan dan belum pernah menginjak jarak 10K, mengikuti race ini sudah luar biasa nervous-nya.
Lari 3K aja rasanya udah cape, ini lagi mau lari 10 kilo. Jarak yang sama dari rumah saya di Bekasi ke Cibubur. Pada subuh itu saya datang dengan Farrel, anak sulung yang juga saya racunin ikut lari di Milo Run ini. Tentunya dengan jarak untuk anak-anak. Sejujurnya sekalian kerja sih. Ada campaign yang harus melibatkan anak, hehe..
Di Milo Run 10K ini saya berlari dengan perut yang masih kosong, jadi kesan-kesan di race pertama ini adalah: lapar. Kecepatan diatur sedemikian rupa supaya bisa tangguh menamatkan race 10K pertama dalam hidup. Sebenarnya memang pacenya segitu-gitu aja sih. Lumayan lah, bisa finish dengan waktu 1 jam 20 menit. Lumayan..
Meskipun pulang cuma bawa baju kotor tanpa ada medali apapun di tangan. Untung hepi.
Setahun kemudian, tepatnya 2 bulan yang lalu, saya kembali mengikuti MILO Run ini. dengan jarak yang sama ternyata bisa memperbaiki waktu. Dari 1 jam 20 menit ke 1 jam 5 menit. Dari yang tahun lalu gak dapat medali, sekarang bisa dapat medali limited editon untuk 2000 penamat pertama.
Ahh.. terharuuu!
TITAN RUN
Titan Run adalah event lari pertama yang saya jalani selain di Jakarta. Kebetulan lokasinya di Tangsel, tepatnya di Alam Sutera.
Titan Run 2016 adalah race serius kedua saya. Kenapa serius?
Tapi waktu finish saya di 10K saya gak ada perubahan dari Milo 10K yang berlangsung 2 minggu sebelumnya. Kalau dipikir-pikir sih lumayan lama, hahaha..
Tapi waktu itu mah bangga-bangga aja. Seneng bisa lari 10K beneran pada akhirnya ya…
Langkahnya bener-bener diirit-irit biar gak ngos-ngosan. Ya tapi tetep ngos-ngosan juga!
Di Titan Run tahun ini ceritanya mau upgrade jarak. Kalau tahun sebelumnya mentalnya cuma buat 10K, tahun ini mencoba di jarak 17,8K. Jarak ini memang unik karena memang untuk menyambut hari kemerdekaan RI di tanggal 17 bulan 8.
Tadinya mau turun ke 10K karena hanya beda seminggu dengan Pocari Run yang di Bandung. Di Pocari Run saya mengambil jarak 21K. Lumayan cape juga karena kurang isturahat. Dari Bali langsung ke Bandung demi bisa lari di event lari yang katanya mesti dicoba ini.
Karena sudah nanggung daftar dan gak ngejar PB juga, akhirnya tetap memilih jarak 17,8K. Benar-benar lari untuk recovery. Menikmati jarak demi jarak tanpa membuat target waktu yang bikin sakit kepala dan sakit hati.
Lari di Titan Run tahun ini ternyata masih seru seperti tahun sebelumnya. Habis lari bisa kulineran sekenyangnya dan gratis.
Sayangnya sempet ada drama mules pas mau start. Penyakit saya banget nih kalau mau race.
Malemnya habis makan mie instant pakai cabe rawit. Alhasil pas sampai venue langsung lari-lari nyari toilet. Mana start tinggal 10 menit lagi. Udah telat, pup pula!
Untungnya saya bisa finish tanpa kendor-kendor banget waktunya. Dibanding tahun lalu sih ini udah Alhamdulillah banget!
MAYBANK BALI MARATHON (MBM)
Kata teman-teman senior di dunia lelarian, MBM ini adalah lebarannya para pelari. Mau serius ataupun cuma wisata yang penting ikutan lari. Tapi bener sih. Saya melihat banyak wajah-wajah famous di dunia lelarian turun di event ini. Ya sebagian memang sudah ada sponsor yang daftarin sih. Enak ya..
Buat saya MBM 2016 menjadi sejarah dalam hidup. Pertama kali saya menginjak jarak 21K dan proses dari gak pernah lari ke event ini hanya berselang 2 bulan. Latihan fokusnya ya 3 minggu sebelum hari H. Bayangkanlah!
Gak heran kalau akhirnya lutut saya sampai sengklek karena persiapan yang kejar tayang ini. Tapi masih lumayan bangga karena virgin HM saya di track yang luar biasa menantang ini masih di bawah 3 jam.
Banyak drama yang dialami saat mengikuti virgin HM di MBM ini, salah satunya ya kebelet pup. Namanya juga masih newbie-super-newbie. Karena nervous, jadi sebelum lari saya minum air putih lumayan banyak. Hasilnya ya jadi kebelet pipis pas mau start.
Karena tidak tersalurkan akhirnya jadi kebelet pup. Repot juga kan pas lari nanya-nanya toilet ke penduduk setempat buat bisa dinumpangin setoran. Untung gak kebelet yang lain kan!
Dalam keadaan kaki yang sengklek dan track di Bali yang hilly, HM pertama saya lumayan terasa berat. Belum lagi Bali kan panasnya cantik banget. Target di bawah 3 jam jugaTapi untungnya mental mamak-mamak Bekasi ini ternyata lumayan tangguh. Niat bisa sampai finish begitu kuat, jadi pada akhirnya waktu finish sesuai yang ditargetkan.
MBM tahun ini lain cerita. Lebih gak niat.
Mentang-mentang bukan HM pertama, jadi persiapan gak mateng-mateng banget. Gak punya persiapan khusus. Latihan juga seadanya. Malahan sempet break seminggu lebih.
Dibanding carbo-loading, saya malah berburu gelato.
Mental juga udah gak segugup yang pertama. Malahan terlalu santai.
Karena memang gak membuat target apa-apa di MBM tahun ini. Saya sadar jalur di Bali ini banyak naik turunnya, jadi merasa sia-sia kalau mengejar PB (Personal Best). Ya minimal bisa sub 2 jam 30 menit. Supaya gak terlalu merosot banget bedanya dengan HM di Pocari Run.
Ternyata memang benar. Tanjakan MBM tahun ini masih bikin betis menjerit.
Berusaha santai tapi ya cape juga. Untungnya dari KM 14 jalurnya sudah bersahabat. Sampai finish lancar banget tanpa kendala apa-apa.
Kebetulan waktunya masih sama dengan HM di Pocari Run, yaitu 2 jam 20 detik. Padahal lari HM di Bali lebih menantang dibanding saat di Bandung sebulan sebelumnya.
Memang benar kata orang-orang: Jam terbang gak bisa bohong.
Semakin sering berlari maka tubuh kita juga semakin biasa. Ini yang mahal dan tidak bisa dibeli. Yang ingin saya pertahankan sekarang adalah tetap bisa menikmati lari.
Berlari bukan maslaah tujuan, tetapi bagaimana menjalani prosesnya. Dibanding terlalu obsesi trus nantinya cape sendiri dan jadi jenuh. Ya.. kan bukan atlet juga. Umur juga udah gak muda-muda banget.
Semoga masih bisa menikmati perjalanan berlari sampai tahun-tahun ke depannya. Tambah pengalaman, tambah cerita. Sangat-sangat menyenangkan!
Pertanyaan musiman kalau lagi liburan long weekend. Seperti sekarang yang lagi libur paskah tetapi bingung mau ke mana. Mau ke luar kota kayanya nanggung cuma libur 3 hari, tapi di jalannya bisa hampir seharian karena macet. Kalau di rumah kasian juga Farrel dan Shayna. Akhirnya ga jauh-jauh antara berenang atau main game di mall. Udah di rumah main game, pas keluar rumah tetep aja main game.
Kayanya waktu zaman saya kecil gak terlalu banyak mikir. Hari libur bisa menghabiskan waktu bermain seharian di lingkungan rumah. Pagi hari saya main sepeda dan pagi agak siangan main karet. Siang hari biasanya sudah kembali ke rumah untuk makan siang dan bersantai-santai menonton tv. Kalau waktunya memang kosong ya saya main video game. Menjelang sore mulai main lagi bersama teman-teman. Pilihan permainannya berganti-ganti sesuai musimnya, seperti lompat tali atau bermain layangan.
Anak-anak, termasuk anak saya sendiri, banyak yang memilih bermain permainan konsol dibanding aktivitas fisik. Padahal permainan anak-anak zaman saya kecil membuat saya lebih rajin bergerak. Gerak di sini bukan cuma jari yang pencet-pencet tombol ya, tetapi benar-benar bergerak sampai keringetan. Padahal waktu itu sudah mengenal permainan konsol, tapi eksistensi permainan tersebut tidak mutlak menggeser permainan tradisional seperti petak umpet, batu tujuh, galasin, benteng, layangan, dan lompat tali/karet.
Maaf untuk yang roaming dengan nama-nama permainan yang saya sebut di atas. Ini hanya masalah beda umur dan beda generasi.
APAKAH PERMAINAN DULU TERGESER MUTLAK KARENA TEKNOLOGI?
Saya termasuk kurang setuju jika pergeseran permainan anak zaman dahulu dan zaman sekarang berubah semata-mata karena kemajuan teknologi. Kalau anak sekarang disuruh main layangan maka…
“MAINNYA DI MANA?”
Taman adalah tempat ideal untuk anak-anak bermain di luar rumah. Tidak perlu kawatir terserempet kendaraan yang melintas. Lapangan terbuka yang menjadi sarana saya dulu bermain dan berolahraga sudah berubah bentuk menjadi perumahan. Saya juga merasa kurang waras kalau membiarkan anak-anak main di jalan, di mana jumlah kendaraan sudah semakin banyak. Belum lagi masalah rawan penculikan.
Menurut data terdapat 100 Ruang Terbuka Hijau (RTH) di DKI Jakarta. Jumah ini masih sangat kurang megingat hanya 9.98% dari jumlah idealnya yaitu sebanyak 30%. Saya rasa anak-anak akan lebih berkurang keterikatan dengan gawai dan permainan konsolnya apabila difasilitasi dengan baik.
Bermain juga butuh tempat. Jadi jangan mengharapkan anak-anak bermain seperti kita kecil dulu jika tempatnya tidak ada. Taman bermain untuk anak yang menurut saya ideal adalah:
Ruang Hijau
Taman dalam kepala saya adalah bukan taman yang gersang tanpa ada tanaman-tanaman. Taman yang nyaman adalah taman yang dipenuhi pepohonan yang mampi melindungi dari terik matahari dan juga sejuk. Lebih bagus lagi jika terdapat bunga-bunga yang membuat taman terlihat lebih cantik.
Sarana Bermain
Anak-anak akan menyukai taman yang dipenuhi sarana permainan. Cukup yang sederhana saja seperti ayunan dan perosotan. Sisanya cukup diberi lahan yang cukup untuk mereka bisa bermain lompat tali/karet dan juga layangan.
Terdapat Sarana Olahraga
Aktivitas fisik mendukung tumbuh kembang anak. Jadi saya ingin anak-anak bukan hanya bisa bermain tetapi juga berolahraga. Sarana olahraga bisa berupa jalur lari atau sepeda, jalur skate, atau wall climbing. Selain anak-anak menjadi lebih kreatif, para orangtuanya juga bisa berolahraga juga. Ya, ini sih agak subjektif ya. Sejujurnya saya memang suka sekali mencari tempat yang asik buat lari santai.
Ruang Rekreasi
Taman yang menarik adalah taman yang bisa dijadikan untuk piknik. Bayangkan tingkat stres warga ibukota yang sehari-harinya sudah disibukkan pekerjaan dan macet. Ini jika dari kacamata orangtua. Dari sisi anak, mereka juga butuh udara segar dan sarana untuk melepas usai sekolah. Membaca buku itu baik, tetapi manusia tetap butuh refresh untuk bisa semangat lagi beraktivitas. Selain ruang hijau, taman yang ideal ada kolam airnya. Karena air itu memiliki efek menyejukkan dan menarik.
Aman dan Kids Friendly
Keamanan yang utama. Taman yang ideal menurut saya ya yang kids friendly. Anak-anak bisa bermain dengan aman dan nyaman. Kita sebagai orangtua pun lebih tenang.