Seiring masih banyak yang bertanya pada saya mengenai rekomendasi matras yoga untuk pemula, jadi saya kembali menulis review seputar matras yoga. Kebetulan saya baru mencoba matras baru buatan lokal berbahan TPE, yaitu Happy Fit Eco Friendly Yoga Mat.
TPE (Thermal Plastic Elastomer) adalah paduan plastik dan karet. Simpelnya, matras yoga berbahan ini memiliki tekstur yang kuat namun fleksibel untuk dapat digulung atau dilipat. Bahan ini telah menjadi primadona karena terkenal dengan jenis matras yoga yang eco friendly.
Sebelum membahas lebih jauh, saya mau pamer dulu. Warnanya cakep banget ya!
Jujur nih…
Saya sebenarnya sudah punya matras yoga dengan bahan dan tekstur yang sama. Dan matras itu lama menjadi favorit saya karena ringan untuk dibawa-bawa dan juga memiliki cushion yang baik.
Buat para pemula, saya merekomendasikan matras yoga jenis ini!
APAKAH LICIN SAAT DIPEGANG?
Pertimbangan pertama para yogi memilih matras biasanya “Licin gak, ya?”. Matras yang licin memang mengurangin rasa nyaman dan jadi kurang konsen.
Hampir semua matras – yang mahal sekalipun– bisa terasa licin jika tangan sudah sangat berkeringat. Namun, kita bisa memilih yang paling sedikit rasa licinnya.
Makanya saya suka pegang-pegang teksturnya sebelum membeli. Kalau memang beli online, ya cari-cari review produknya.
Semoga review saya yang ini jadi bahan petimbangan teman-teman juga ya.. ehe..
Matras yoga berbahan TPE biasanya memiliki grip yang cukup baik. Jadi, masalah untuk tergelincir sepertinya lebih bisa diminimalisir.
Permukaan matras ini memiliki tekstur motif timbul, yang membuat tangan dan kaki kita lebih steady di atas matras. Lebih tertahan dari resiko geser.
Namun, saat melakukan gerakan Adho Mukha Svanasana (Downward-Facing Dog Pose) memang agak sedikit geser. Berbeda dengan gerakan Plank Pose atau Head Stand Pose. Lebih steady. Begitu pun saat melakukan standing pose seperti warrior pose, kedua kaki cukup mantap menapak tanpa geser.
APAKAH CUSHION-NYA NYAMAN?
Buat yang mengalami masalah lutut, memang tidak disarankan memakai matras yoga dengan ketebalan di bawah 6mm. Semakin tebal tentunya semakin baik karena mengurangi penekanan ke lutut.
Tetapi… semakin tebal matras yoga biasanya mengurangi keseimbangan saat melakukan gerakan. Karena lebih goyang. Coba saja berdiri di atas bantal. Kaki kita seperti berada di atas kapal laut yang berombak: Oleng ke kanan dan kiri.
Happy Fit Eco Friendly ini memiliki ketebalan 6mm. Buat saya sih ukuran ini pasling pas.
Dengan ketebalan seperti ini, bagian tubuh untuk menopang cukup merasa nyaman, namun masih bisa menjaga tubuh untuk tetap seimbang dan stabil saat melakukan gerakan tertentu.
Tapi… tingkat kekuatan lutut setiap orang berbeda nih!
Apalagi yang memang memiliki maslaah di bagian tersebut. Jika memang matras yoga dengan ketebalan 6mm masih terasa sakit, bisa memilih matras yoga dengan ketebalan 8mm.
APAKAH BISA DIPAKAI DALAM WAKTU YANG LAMA?
Pertanyaan ini saya masih sulit menjawab karena matras ini menjadi teman berasana saya baru satu bulan lamanya.
Menurut penerawangana saya, sepertinya sih akan bertahan sampai satu tahun ke depan dan selanjutnya. Karena bahan ini sangat mirip dengan matras saya yang lainnya dengan bahan TPE juga (Masih keukeuh gak mau nyebut merek biar gak ada pihak yang sakit hati heheh..).
Tingkat disiplin kita dalam menyimpan dan membersihkan matras yoga juga berpengaruh pada kekuatan bahan. Saat melakukan gerakan yoga, tubuh kita akan mengeluarkan keringat dan menempel pada matras. Bakteri suka pada tempat yang lembab.
Jadi… sebaiknya matras yang habis dipakai langsung dibersihkan kembali. Jika memang tidak bisa rutin setiap hari, minimal langsung dilap kembali hingga kering. Jadi matras kita tidak lembab.
Hindari terkena paparan sinar matahari langsung. Menjemur langsung di bawah sinar matahari akan membuat bahan matras kita kering dan rusak. Duh, sayang kan matrasnya!
Kalau mau dijemur sebaiknya tidak lama-lama. Di dalam ruangan dengan paparan suhu AC harusnya cepat kering juga sih.
Matras Happy Fit Eco Friendly ini biasanya saya lap dan dikeringkan di dalam ruangan. Dan dalam hitungan detik langsung kering kembali. Jadi saat saya gulung sudah tidak meninggalkan basah.
Matrasnya cepat kering karena sebenarnya matras ini berbahan closed-cell, yaitu tidak menyerap air. Jadi keringat yang mengalir tidak mengendap ke bagian dalam matras. Ini yang membuat matras bisa lebih bertahan lama.
APAKAH HARGA CUKUP BERSAHABAT?
Setiap teman yang menanyakan matras yoga, hal pertama yang saya tanya adalah:
Budget-nya berapa?
Jadi gini..
Saya juga masih mikir-mikir kalau harus membeli matras yoga yang terlalu mahal. Namun, demi kenyaman melakukan gerakan yoga, kualitas matras yoga gak mau saya kesampingkan.
Bahan TPE ini menjadi favorit saya, akan tetapi biasanya memang memiliki range harga di atas 500 ribu rupiah. Saya gak bilang murah tapi gak bilang mahal juga. Karena tidak sampai jutaan rupiah.
Tetapi buat pemula biasanya masih lumayan mikir beli matras harga segitu, kan?
Jika kamu mengintip web resmi Happy Fit Indonesia, harga matras yang saya pakai senilai Rp.380.000. Mengingat harga bisa berubah, asaya sarankan langsung meluncur dan cek sendiri.
Harga ini setengah harga dari matras saya sebelumnya yang memiliki bahan yang sama. Satu matras terdiri dari 2 warna. Ada 7 piilihan warna. Kalau yang saya pakai warna tosca-green.
Sebenarnya ada beberapa pilihan bahan untuk matras yoganya. Ada yang berbahan dasar PVC dan NBR dengan beberapa pilihan warna. (Bisa googling apa itu PVC dan NBR)
Nah, sekian review matras yoga tema Happy Fit Eco Friendly. Semoga membantu ya…
Rabu pagi ketika matahari masih belum sempurna naiknya saya sudah bergegas untuk pergi ke PIK. Tempat yang berada di ujung utara Jakarta ini berada 46KM dari rumah di Bekasi. Iya, jauh.
Saya mengambil rute selatan karena lewat jalur dalam kota macet karena bersamaan dengan jam orang Bekasi berangkat kerja menuju Jakarta. Tapi saya semangat karena pagi itu mengajar di tempat pelatihan atlet taekwondo Indonesia. Saya suka berbagi ilmu dan bisa berkontribusi untuk mereka. Bisa ikut belajar menendang juga di sana. Pagi itu selain latihan juga banyak cerita tentang pengalaman mereka yang banyak membuat saya ternganga. Menjadi atlet itu memang harus kuat mental dan fisik.
Sorenya saya langsung bergegas ke Grand Indonesia untuk Gala Premiere film 3 Srikandi di CGV Blitz. Film yang disutradai Iman Brotoseno dengan penulisnya teman saya yang cantik, yaitu Swastika Nohara. Tentang sejarah 3 atlet Indonesia cabang panahan puteri yang meraih medali Olimpiade untuk pertama kali tahun 1988 di Korea Selatan. Tak hanya kisah tentang para atlet yang bertanding, tetapi juga pelatih dibaliknya yang berkontribusi dalam kemenangan.
Lumayan lama menunggu untuk bisa menonton film ini. Makanya senang sekali saat Mbak Wiwiek menawarkan datang ke Gala Premiere 3 Srikandi. Film yang membuat saya penasaran bagaimana kisah para atlet kita berjuang dulu, tentang bagaimana para pemeran memainkan karakternya, dan apakah ini menjadi film yang menarik atau membosankan.
Bicara soal pertandingan, sebagai masyarakat umum kebanyakan saat menonton pertandingan olahraga di televisi hanya berpikir “Harus menang!”. Dan ketika kalah langsung kecewa, tak jarang juga sedikit mengumpat “Ah, payah!”. Dari film 3 Srikandi baru saya tahu bahwa saat kalah pertandingan, atlet yang bertanding jauuuuh lebih sedih dan jauuuuuuh lebih kecewa. Apalagi moment tidak bisa diulang. Bagaimana kehidupan mereka bergantung pada pertandingan. Selesai pertandingan, tentu kalah dan menang ini sangat berpengaruh pada masa depan merka. Beda jika hanya sebagai penonton, saat pertandingan kalah ya sudah. Sedih dan kecewa. Tapi saat besoknya kehidupan kembali seperti semula. Tidak ada dampak apa-apa. Kecuali jika memang ikut taruhan. Bokek.
Sedikit cerita dari yang saya dengar waktu makan siang kemarin dengan Pak Alfian, atlet senior taekwondo putera Indonesia. Saat masih muda dan bertanding dulu dalam kejuaraan, dia sampai makan obat penahan rasa nyeri. Supaya hanya fokus menendang tanpa berpikir rasa sakit. Walaupun kaki sampai bengkak. Itu hanya sedikit cerita. Dalam film 3 Srikandi menceritakan lebih kompleks lagi. Nurfitriyana Saiman (Bunga Citra Lestari) harus berlatih di saat sedang menghadapi skripsi dan ayahnya yang menentangnya. Kusuma Wardhani (Tara Basro) menolak menjadi PNS demi pertandingan, padahal kondisi ekonomi keluarga juga tidak baik. Kalau yang dialami Lilis Handayani (Chelsea Islan) justru terkesan lebih ringan karena didukung ibunya yang juga mantan atlet nasional. Malah terkesan anak mami banget. Sampai akhirnya ibunya harus meninggal sebelum pertandingan Olimpiade. Duh.
BCL meranin anak Jakarta udah pas banget. Tapi aku ngerasa dia kurang jadul. Logat dan gesturenya masih jakarta-jakarta kekinian. Kalau Tara Basro bikin saya yakin dia dari Makasar. Beneran dari sana gak sih?
Kalau Chelsea Islan…
Lumayan menarik nih. Scene awal-awal ngerasa chelsea kurang jago meraninnya. Kaya bukan atlet panahan profesional. Lebih kaya anak mama. Saat cerita makin bergulir ternyata memang begini karakter perannya. Dan dia menghidupkan filmnya sekali!
Tapi yang bikin gemas-gemas lucu tetap karakter Donald Pandiangan (Reza Rahardian). Saya tidak tahu apakah ada sisi subjektif dari Kak Tika sebagai penulis atau memang aslinya begitu. Donald ini menjadi pria yang lovable. Dimana-mana cowok yang galak itu kan nyebelin ya, kok disini malah gemesin. Oh, iya.. Reza Rahardian!
Kayanya Reza selalu baik dalam memerankan karakternya. Bahkan kalau kisah hidup saya diangkat ke Film, maunya Reza yang jadi meranin. Reza Rahardia pakai baju belel yang belepotan oli juga tetap ganteng. Pakai baju yang dekil dan terlihat jadul juga malah keren. Dia tuh kayanya gak bisa jelek. Saya belum pernah lihat cowok bengkel dengan baju yang belepotan oli terlihat sekeren ini. Dia beneran pake baju kusut dan lumayan lusuh, tapi ya kok jatohnya malah seksi! Hadeeehh..
Dalam film beberapa kali tertawa bersama teman nonton saya kemarin, yaitu Milly Ratudian dan Mas Shafiq Pontoh. Tiap ada romancenya langsung “Aw..aw..aw..”. Malahan saya sempat tutup muka dan pipi bersemu merah saking terbawa cerita. Akan tetapi saat sesi mereka harus lipsync nyanyi ratu sejagat, VO-nya kurang oke. Suaranya sempat gak sama dengan pergerakan mulut. Malahan menurut saya scene ini gak perlu ada, meski ujungnya ketawa juga saat Rezanya muncul. Duh, lagi-lagi Reza.
Efek habis nonton ini kayanya pikiran saya lebih terbuka tentang atlet Indonesia. Entah kenapa jadi kesengsem banget sama atlet. Malahan semalam mimpi daftarin anak untuk jadi atlet. Duh, andai waktu bisa diulang, saya mau banget jadi atlet. Pelatihnya Reza Rahardian. :p
Matras merupakan satu hal penting dalam memulai yoga. Masalah memilih matras seperti memilih kendaraan, ada harga ada juga kualitas. Tetapi selagi masih bisa dipakai semua masih dianggap layak. Yang terpenting kan sampai pada tujuan. Misalnya kita hendak memilih city car sebagai kendaraan seharai-hari ke kantor. Pilihannya ada di Suzuki karimun, Toyota Avanza, dan Honda Jazz. Secara fungsi sama dan bisa mengantarkan pada tujuan, tetapi pasti ada perbedaan dalam kenyamanan dan prestige.
Kalau kamu menanyakan yang mana yang cocok? Semua akan langsung menyebut pilihan terakhir. Karena memang di antara ketiganya dianggap itu yang paling nyaman. Orang tidak peduli dengan saldo di rekening kamu karena mereka hanya merekomendasikan yang dianggap paling bagus. Akan tetapi jika dana yang kamu anggarkan tidak mencukupi apakah tidak jadi membeli?
Pilih sesuai dengan budget, bukan gengsi
Jangan sampai masalah matras jadi membuat kamu gagal memulai yoga. Pilih yang tidak memberatkan. Jika memang kamu tidak ada masalah dengan harga, boleh langsung memilih Lululemon atau Manduka. Harga di antara 1-2 juta. Dikenal awet dan banyak direkomendasikan. Akan tetapi kalau masih mencoba-coba dan ragu untuk membeli yang mahal, beli yang harganya di bawah 500 ribu. Ada pilihan Reebok atau matras yang di ace hardware (saya lupa nama brand-nya). Masalahnya mungkin lebih licin. Kalau saya biasanya menggunakan handuk kecil sebagai alas tangan untuk pose-pose inversion.
Saya memulai yoga dengan matras seadanya dan licin yang tersedia di studio. Kendalanya jadi harus lebih hati-hati dan sedikit usaha untuk melawan rasa licin. Hikmahnya adalah saya jadi tidak tergantung dengan matras. Bisa melakukan yoga di manapun tanpa rewel dengan “Ini licin banget deh matrasnya!”. Selain itu juga tubuh jadi tidak manja. Tingkat konsentrasi bertambah dan mencari solusi untuk kendala dalam melakukan pose yoga.
Kemudian saya membeli matras Reebok. Masih terasa licin tetapi lebih baik dari matras sebelumnya yang saya pakai. Bagi saya terasa perbedaannya karena memulai dari standar di bawah ini. Sampai awal mengajar pun saya masih menggunakan matras ini.
Sampai akhirnya bertemu brand baru: CUCA. Awalnya karena teman saya Didut menanyakan soal matras ini untuk istrinya. Saya coba baca-baca review-nya dan lumayan bagus. Harganya masih di bawah Lululemon dan Manduka. Saya pun akhirnya ikut mencoba matras ini dan lumayan puas. Jadi kalau sekarang ada yang minta rekomendasi matras yoga, saya sarankan ini. Entah kenapa masih segan kalau langsung merekomendasikan yang mahal. Kecuali atas kemauannya sendiri.
Meski begitu saya sudah mencoba Lululemon dan Manduka hasil icip-icip punya teman. Dipakainya nyaman, awet, tetapi untuk manduka saya merasa agak sedikit berat untuk mobile. Sebenarnya ada banyak brand lain yang bisa kamu coba, di luar brand yang sudah saya sebutkan.
Sesuai kebutuhan
Yang penting disesuaikan dengan kebutuhan. Kalau yang memiliki cedera lutut mungkin pilih yang berbahan tebal dan empuk. Untuk yang tidak ada masalah fisik tertentu dan suka yang ringkas, pilih yang ringan dan tidak terlalu tebal. Selain itu ada perbedahan bahan dan tingkat ketebalan dalam matras. Standar matras yoga 3-5 mm, dengan pilihan bahan dasar Thermoplastic Elastomer (TPE), Rubber, dan Polyvinyl). Untuk travelling pilih yang ketebalannya 1 mm agar ringkas dan ringan. Tetapi tidak disarankan untuk pemakaian regular, tertutama untuk pemula. Untuk bikram pilih berbahan dasar polivynil (PVC), bukan karet dengan mempertimbangkan suhu ruangan yang panas akan mempengaruhi matras yoga.
Buat kamu yang galau dalam memilih matras yoga, simak ulasan saya tentang matras yoga yang direkomendasikan. Ada harga ada kualitas, akan tetapi niat dan konsisten latihan tetap yang terpenting. Namaste!
Yoga sedang menjamur di Indonesia, terutama di kota besar. Seiring meningkatnya peminat yoga, meningkat juga tingkat kegalauan terhadap memilih matras. Sudah tidak terhitung berapa banyak yang minta direkomendasikan matras yoga. Matras merupakan satu hal penting dalam memulai yoga. Di bawah ini ada beberapa ulasan matras yoga yang direkomendasikan versi fitritash:
Reebok
Ini matras yang bersejarah buat saya. Bertahun-tahun yoga dengan matras ini. Sampai mengajar pun masih memakai ini. Kalau ada murid yang minta saran aku langsung menyebut brand ini. Karena untuk di kelasnya ini paling nyaman dan sudah banyak yang menggunakannya. Harganya antara 365-465 ribu, tergantung kamu membeli di mana. Bisa di dapatkan di Sport Station atau e-commerce seperti Lazada, Blibli, dan Elevenia. Tapi untuk Reebok sepertinya lebih murah dan mudah di dapat di Sport Station. Akan tetapi kamu harus menyiapkan anduk kecil untuk mengelap keringat, karena bahannya berjenis closed-cell yang tidak menyerap keringat. Closed-cell ini membuat matras tidak mudah bau karena bakteri dan mudah dibersihkan.
CUCA
CUCA ini brand baru tetapi lumayan menarik perhatian para praktisi yoga. Harganya tidak terlalu mahal, bahanya nyaman, dan pilihan waranya lucu. Gripnya oke dan bahannya empuk tetapi tetap tidak goyah dan mengganggu gerakan yoga. Lumayan ringan jadi tidak berat untuk aku bawa kemana-mana untuk mengajar. Sekarang ini matras yang aku pakai.
Hanya 500 ribu karena sedang promo, akan tetapi harga aslinya pun tidak terlalu mahal untuk sekelas ini yaitu 700 ribu. Bisa didapatkan di Metro Pacific Place, Plaza Senayan, dan Pondok Indah Mall. Berbahan Thermoplastic elastomer (TPE) yang membuat tetap bersih walaupun penggunaan berkali-kali. Untuk yang tidak mau membeli yoga sekelas Lululemon dan Manduka tetapi kualitas di atas Reebok aku rekomendasikan ini. Sejauh ini aku nyaman banget pakai ini. Tas yoganya pun motifnya lucu, tetapi dijual terpisah dengan matras. Membersihkannya pun mudah, hanya di lap dengan han duk basah. Akan tetapi bahan dasar TPE disebutkan tidak terlalu awet karena dalam pemakaian jangka panjang akan mudah mengelupas. Bagi saya kembali ke perawatan dan suhu penyimpanan matras. Jangan membiarkan matras berada di ruangan lembab atau sebaliknya, dalam suhu terlalu panas.
Lululemon
Ini juga matras yang banyak diminati. Jika ingin matras yang awet dan tidak ada masalah dengan harga boleh pilih ini. Bahannya berjenis open-cell yang tidak membuat keringat tergenang, jadi kamu tidak perlu rajin mengelap matrasnya. Tapi jadi harus rutin membersihkan agar tidak terjadi penumpukkan bakteri dan bau. Dengan memakai matras ini seharusnya tidak ada keluhan masalah licin karena keringat. Harganya variatif, tergantung tempat pembelian dan jenisnya. Sejauh ini yang saya tahu hanya penjualan secara online. Harganya kisaran 1-2 juta. Lululemon dipakainya empuk dan nyaman. Kalau harga segini harusnya awet juga ya.
Manduka PROlite
Saya lebih dulu tahu tentang Manduka PROlite dibanding dengan Lululemon. Harganya hampir sama dan brandnya sama-sama kuat. Untuk praktisi yoga lama banyak yang menggunakan matras ini. Harganya kisaran 1,45-2 juta. Bisa didapatkan secara online di Blibli dan MandukaIndonesia. Sebenarnya Manduka ini tidak licin, tetapi karena bahannya berjenis closed-cell yang tidak memungkinkan keringat untuk masuk ke dalam sela-sela matras maka akan terasa licin jika sudah berkeringat. Harus menyiapkan handuk kecil untuk sewaktu-waktu menyeka matras jika sudah basah oleh keringat. Kelebihannya justru tidak mudah bau dan terjadi penumpukan bakteri. Matras ini nyaman dan berbahan yang berkualitas tinggi, maka itu dapat digunakan untuk pemakaian jangka panjang.