11 Jebakan dalam Lari yang Dialami Pelari Pemula Seperti Saya

20170203_125201

Umur sudah kepala tiga tapi malah makin pecicilan. Apalagi kaum urban sekarang  sudah gak peduli umur dan saya memilih berada di antaranya. Karena banyak yang nyemplung ke pola hidup yang (mudah-mudahan) lebih sehat. Beberapa teman juga sudah pada tau kalau saya sekarang bukan hanya penggiat yoga, tapi juga mulai suka lari. Belum ada setahun sih, tapi lumayan TERJEBAK nih!

Seperti masuk ke JEBAKAN, banyak hal yang bikin saya “Ooo.. ternyata gini ya..”. Banyak hal yang baru saya tau setelah ikut-ikutan lari kaya temen-temen semua. Dari mulai masalah sepatu lari, baju lari, pace, sampai ke cedera-cederanya.

Sebelum lari kaya sekarang, saat liat postingan nike+ sahabat media sosial lumayan kaget liat yang bisa lari 10KM, Ngebayangin jaraknya aja udah cape. Saya bisa lari 1KM aja kayanya susah banget, Biasanya Cuma jogging-joging 15 menit selesai. Segitu juga cape loh!

Larinya diirit-irit speed-nya biar ga kecapean. Cuma modal pake kaos yang dipake tidur dan celana pendek, yang penting bahannya bisa menyerap keringat. Sepatu bukan sepatu khusus lari, tapi training shoes. Jadi tetap bisa buat lari juga. Gak terlalu banyak mikir.

Tapi… semua itu berubah saat ‘kecemplung’ lari bareng komunitas dan ikut-ikutan event lari. Seperti…

GANTI-GANTI SEPATU LARI SAMPAI DAPAT SEPATU YANG PAS

DSC00219

Masalah “yang tepat” ini ternyata gak main-main. Karena saya mengalami kuku jari kaki yang rusak setelah menyelesaikan virgin half marathon di Bali. Padahal ukurannya pas. Ternyata kalau untuk lari memang gak boleh terlalu pas, harus dilebihi sedikit dari ukuran biasa. Tapi jangan terlalu besar juga. Memilih sepatu lari memang harus sesuai bentuk kaki. Jujur, sepatu lari pertama saya adalah Adidas Running Super Cloud Pink. Saya memilih sepatu itu berdasarkan tulisan “Running” dan kebetulan lagi diskon. Bahan pertimbangan saya saat itu dalam memilih sepatu lari ya ada tulisan “Running”-nya, That’s it.

Ternyata buat dapat sepatu yang pas gak cukup dengan embel-embel ‘running shoes’ tapi sesuaikan dengan kebutuhan kaki. Menurut orang lain cocok belum tentu pas di kaki kita, karena memang bentuk kaki belum tentu sama. Jadinya tanpa terasa saya mulai rajin jajan sepatu dan mulai memisahkan sepatu untuk latihan dan sepatu untuk race. Bahkan sepatu yang akan dipakai disesuaikan lagi dengan jarak yang akan ditempuh. Karena masih betah lari di track jalan lurus, jadi saya memang belum punya sepatu trail. Someday lah ya..

JANGAN SEPELEKAN PERIHAL BAJU LARI

DSC00216

Pakaian berbahan menyerap keringat bukan berarti nyaman untuk lari. Waktu baru pertama lari di GBK saya pakai tanktop berbahan kaos dan celana legging. Baju buat yoga banget lah, karena memang saya pergi lari setelah latian yoga di JNICC. Hari pertama saya lari di sana ternyata langsung berjarak 6KM lebih dan baru setengah perjalanan baju sudah basah semua dan dingiiiiiin!

Bagaimana tidak terasa dingin karena saya berlari dengan baju yang basah karena keringat dan tidak menguap. Ditambah terkena hembusan angin jadinya terasa dingin banget. Karena bahannya katun jadinya saat basah terlihat sekali ceplakan keringatnya. Setelah itu saya sadar orang-orang pakai baju lari itu bukan sekadar gaya-gayaan aja. Memang baju lari sekarang ini bukan yang berbahan cotton, tetapi bahan sintetik seperti spandex dan polyester. Dan biasanya sudah resisten terhadap bau akibat keringat dan cepat kering. Begitu pun untuk sport bra. Jangan salah pilih untuk memilih bahan. Buat wanita sport bra lebih penting dari baju larinya karena yang paling menempel di badan. Jangan lupa, merk memang gak pernah bohong.

TERNYATA LEGGING YANG MAHAL BANGET ITU COMPRESSION

Awalnya liat orang-orang kok pada seneng banget pake legging. Sampai cowok-cowok juga pakai celana ketat yang membuat bentuk kakinya sangat terlihat. Ternyata itu celana compression. Tapi saat melihat harganya yang sampai menginjak jutaan aku pun mengurungkan niat untuk dapat memiliki. Hiks.

Lama-lama penasaran juga. Karena yang pakai lumayan banyak. Saya mulai tanya-tanya ke teman-teman yang pakai dan jadi mulai tertarik. Minimal kan kalau pakai celana compression panjang kakinya gak belang-belang banget, karena sudah semakin sedih melihat paha yang semakin belang.  Banyak review menarik tentang benda ini. Awalnya yang suka pakai knee band untuk melindungi lutut, setelah pakai compression jadi enggak lagi. Lari jadi lebih nyaman karena otot kaki lebih tersangga. Bisa juga dipakai untuk recovery otot pasca lari. Setelah beberapa bulan ikutan race akhirnya saya mulai TERJEBAK memakai compression. Alhamdulillah.. tetap CEDERA!

Compression hanya gear pendukung, mesinnya tetap ada pada tubuh sendiri. Jadi latihan tetap yang yang utama. Saat lari di 2XU Compression Run dan Lombok Marathon saya mengalami kram di pangkal paha. Ini sudah dipastikan efek kurang latihan. Tapi bukan berarti compression tidak ada manfaatnya sama sekali. Saya juga lumayan terbantu dengan adanya compression ini. Malahan saya memakai calf compression jika sedang memakaai short pants. Lumayan mengurangi rasa sakit saat berlari. Saya memaki calf compression memang karena sedang merasa nyeri di bagian betis. Worth to buy, kok!

GEAR! GEAR ! GEAR!

Photo by Reinhard

Kalau liat orang lari yang banyak gear-nya kayanya ribet ya. Kembali ke “Paling cuma buat gaya-gayaan!”. Tanpa terasa saya mulai cicil-menyicil keperluan lari. Ini bukan berdasarkan nafsu semata, tetapi memang kebutuhan. Saat berlari saya mulai risih dengan keringat yang menetes ke mata dan membuat mata saya pedih. Ditambah poni yang suka menutup. Belum lagi jika matahari mulai naik, pandangan menjadi lebih silau. Untuk itu saya membeli visor. Awalnya saya kira cukup beli satu, lama-lama mulai centil menyesuaikan visor dengan warna baju atau sepatu lari.

Begitu pun dengan running belt, hape salah satu barang yang harus saya bawa saat berlari. Tapi lama-lama ganggu juga klau harus ditenteng-tenteng. Resiko untuk jatuh juga lebih tinggi.

Saat berlari kadang terasa bosan. Ini yang membuat lari jadi semakin lebih berat. Waktu GBK masih bisa dipakai untuk latihan lari saya mendengar lagu dari yang sedang zumba. Kok enak juga ya lari sambil diiringi lagu. Jadi makin semangat. Bahkan ritme lagu membuat bisa membuat kita berlari lebih cepat. Akhirnya saya membeli sport earphone dari sony walkman.

Terakhir ini yang paling penting. RUNNING WATCH!

Saat lari kita suka penasaran kan ada di pace berapa dan sudah berlari berapa kilo. Kalau harus melongok hape yang tersimpan di running belt kayanya jadi kurang efisien. Kalau lagi sial GPS-nya error. Mungkin masalah koneksi. Ini membuat hasilnya kurang akurat. Running Watch buat saya ini juga penting. Untuk brand dan tipenya bisa disesuaikan dengan kantong. Awalnya saya memakai yang cukup menginformasikan waktu, pace, dan jarak. Sekarang mulai demanding yang ada heart rate-nya. Ya namanya juga mau lari dengan aman.

Soal running gear ini memang banyak banget jenisnya. Yang saya sebutkan masih belum ada apa-apanya. Tapi sebelum impulsif membeli pikirkan lagi manfaatnya dan tingkat keperluan. Buat list-nya dulu jadi belinya dicicil dari yang paling perlu banget sampai ke yang ga perlu-peelu banget. Kecuali kalau kamu memang uang jajannya banyak banget, yaudah silakan diborong kakaaaa…

PACE SANTAI DAN PACE GAK SANTAI BANGET

Lari gak usah cepat, yang penting sampe. Ini yang ada di pikiran setiap mau lari. Saat belum mebgalami ikut eveny lari dan ditanya “Waktunya berapa tadi?”. Ternyata waktu menjadi hal yang lumayan signifikan bagi kebanyakan orang. Tengsin juga kan kalau jadi yang terakhir finish. Istilah ‘pace’ juga baru saya tau setelah lari saat lari ramai-ramai seperti sekarang. Pace atau tempo adalah istilah kecepatan dalam lari. Jadi berapa menit yang dihabiskan dalam menjangkau waktu tertentu. Ada pace santai dan pace cepat. Saat saya melakukan pace santai, saya berlari dengan napas yang tidak terlalu ngos-ngosan dan bisa diselingi ngobrol bersama teman. Istilahnya ‘easy run’. Untuk mengetahui dan mengenali pace sendiri diperlukan latihan yang rutin. Paduan saya dalam berlari berada di antara pace 6 hingga 7. Kalau lagi latihan speed ya pacenya sudah mulai gak santai. Makanya saya jarang-jarang hahaha..

Pace setiap orang memang beda-beda. Saat baru pertama ikut lari-larian saya hanya mampu berada di sekitar pace 8. Bisa 7 udah alhamdulillah banget. Sekarang kalau lari waktu 10K-ya kena 1 jam 10 menit ke atas udah cemberut. Manusia..

LATIHAN LARI BUKAN CUMA LARI

Ini JEBAKAN berikutnya yang Fitri Tasfiah baru tahu setelah ikut-ikut race. Biar bisa lari nyaman tentunya tubuh juga harus siap. “Latihan lari bukan cuma jogging setiap hari. Sesekali interval, sesekali jogs stride..” Kata Mas Arif, Pelatih lari yang saya kenal saat saya baru selesai event lari di Halim Runaway awal Januari kemarin. Kebetulan waktu itu kaki saya sedang sakit jadi memang banyak yang ngasih masukan.

Tapi saya setuju masalah menu latihan jni. Untuk dapat lari nyaman, otot kita juga harus siap. Latihan penguatan otot diperlukan agar kita dapat kuat menopang saat berlari. Begitupun pentingnya stretching pemanasan dan pendinginan. Selain itu juga kita perlu latihan pernapasan untuk meningkatkan VO2 MAX. Latihan pernapasan dalam yoga seperti bhrastika dan kapalabathi lumayan membantu untuk ini. Saat weekend saya gunakan untuk latihan long run untuk melatih endurance. Latihan interval dilakukan seminggu dua kali. Oiya, saya juga baru tahu dengan metode tempo run. Lari dalam waktu tertentu (1 jam, 2 jam, 3 jam) dengan pace yang nyaman. Kalau kata pelatih saya tidak perlu memikirkan pace, yang penting tidak berhenti kecuali untuk minum. Latihan tempo ini bisa dijadikan latihan long-run juga. Jujur, sampai sekarang saya juga belum mampu-mampu banget makanya saat race 21K kemarin saya kena kram di paha. Antara belum mampu sama malas memang beda tipis. Jangan ditiru, ya..

LATIHAN UNTUK MEMILIKI FORM LARI YANG SEMPURNA

Duh, apalagi ya ini form lari? Lari aja ternyata lumayan ribet. Ini yang suara batin saya saat tau istilah ini. “Jangan heels stride ya!” katanya. Karena ini lebih beresiko untuk cedera. Agak susah kan ya menghilangkan kebiasaan. Saya pun “ditegor” karena bahunya masih goyang. Jadi walaupun tangan mengayun tapi bahu harus tetap rileks dan tidak banyak goyang seperti orang berenang. Saat saya latihan dengan Marwan -Pelatih saya sejak pertengahan Januari kemarin- saya baru tahu kalau cara langkah saya itu salah. Jadi… selama ini?

Saat berlari kaki kita tidak melangkah seperti mau menendang, tetapi yang diangkat terlebih dahulu adalah pahanya dan pergelangan kaki ke bawah diangkat dan mengayun ke depan. Seperti kuda yang sedang berlari. Untuk itu latihan drills diperlukan untuk memperbaiki langkah kaki dalam berlari, seperti butt-kicks, high knees, a-skip,  carioca, dan straight-leg bounds. Ini lumayan bikin ngos-ngosan tapi kalau sudah latihan ini larinya memang lebih enak sih. Makasih ya coach!

WAKTU ISTIRAHAT BUKAN BERHENTI LATIHAN

Rest time!

Tapi bukan berarti bisa seharian leyeh-leyeh di kasur sambil nonton drama korea dari pagi hingga ketiduran sampai malam. (Duh, iya ini saya banget!)

Otot kita harus tetap dilatih agar gak terbuang sia-sia. Bahkan waktu kaki saya nyeri saya tetap harus latihan tapi….

tidak boleh lari di aspal!

Ternyata lari di aspal terus menerus akan membuat otot cepat lelah. Ya seperti yang sedang saya alami. Latihan perlu diselingi di jalur tanah atau rumput. Katanya sakit dengan lari sembuhnya dengan lari juga. Ini ternyata bener banget! Semua cedera sembuhnya ya dengan lari juga. Lari santai aja. Listen your body, jadi kalau sudah terasa gak nyaman bisa berhenti.

Tapi memang yang saya alami bukan cedera serius. Hanya masalah otot saja. Jadi buat temen-temen, kembali lagi ke kondisi masing-masing ya..

CEDERA BISA BERARTI ADA YANG SALAH PADA CARA BERLARI

Lari mau sehat kok malah jadi sakit. Batin saya waktu cedera di lutut. Bukan larinya yang salah, tapi memang cara latihan saya yang salah. Ngebut latihan untuk persiapan virgin half marathon, padahal harusnya bertahap. Kayanya otot saya kaget dan belum siap. Tapi ada juga yang bilang ini adalah tahapan penguatan otot, jadi nanti juga hilang. Dari beberapa cedera yang saya alami semua berada di kaki kanan. Pada akhirnya saya sadar mungkin selama ini beban terlalu banyak ditumpu oleh kaki kanan. Walau tidak mudah, saya coba untuk lebih balance tumpuan kanan dan kiri. Saat berlari memang tetap harus benar-benar fokus. Kuatkan indera untuk merasakan tubuh sendiri. Dengan lari ini saya jadi lebih belajar mengenali tubuh sendiri.

LARI UNTUK KURUS ATAU KURUS UNTUK LARI?

Dulu saya berlari supaya dapat lebih banyak membakar lemak, sekarang saya mengatur pola makan supaya larinya lebih enak. INI JEBAKAN!

Awalnya saya kira dengan berlari saya bisa lebih bebas dalam menghantam semua makanan. Ternyata berat badan mempengaruhi lari juga. Mulai memperhatikan nutrisi. Sekarang lagi pengen banget ngurusin badan supaya lebih enteng kalau lari. Dear timbangan, please be nice!

TERNYATA RACE LARI ITU BANYAK BANGET!

Setiap ada info jadwal event lari biasanya langsung daftar. Syarat utamanya jangan bentrok. Sampai akhirnya tanpa kerasa jadwal race ternyata ada SETIAP MINGGU. Karena kan daftar biasanya sudah beberapa bulan sebelumnya. Tapi gapapa sih. Itung-itung latian juga. Kalau gak ada race mungkin saya cuma leyeh-leyeh aja di rumah atau baru lari 5KM udah nyerah. Semangat bisa kembang kempis. Tapi kalau lari di track lomba minimal harus lari sampai finish. Biarpun kalau cape ya jalan juga. Gapapa, jalan gak dosa kok!

Lari di saat race lebih semangat karena kita berlari bersama ribuan peserta lainnya, ada water station, jalanan steril, dan ada garis start dan garis finish. Cuma jatah ngopi-ngopi memang harus dikorbankan karena RACE ITU BAYAR!