Perjalanan sendiri ke India ini sebenarnya tidak benar-benar sendiri. Tujuan ke sana adalah belajar. Saya mau mengambil sertifikasi Yoga Terapi di Namaste India School of Yoga . Teman-teman dari Indonesia sudah berangkat duluan ke Hyderabad yang nantinya dilanjutkan di Bangalore.
Programnya adalah 100 jam pelatihan di sekolah formalnya yang terletak di Hyderabad, dan 100 jam di Ashram yang terletak di salah satu daerah pelosok di Bangalore. Saya mengambil program 100 jam di Bangalore. Kata guru yoga saya, guru yoga harus merasakan tinggal di Ashram. Untuk pembentukan mental. Waduh…
Hari rabu pagi tanggal 19 Maret saya sudah sampai di Ashram Sadhana Dhama. Karena perjuangan bertahan hidup 10 jam di Changi dan drama di bandara Bangalore yang nyaris bikin nangis maka perjalanan ke Ashram saya manfaatkan untuk tidur.
Sampai jam 6 pagi tetapi langit masih gelap. Berarti masih ada kesempatan untuk melanjutkan tidur, minimal selama 2 jam. Saya bukan orang yang terbiasa tidur saat matahari sudah terbit. Setelah merasa cukup istirahat, kemudian bergegas mandi dan YOGA.
Menjadi anak pesantren
Karena tujuan ke sana belajar yoga pastinya pola-pola yoga yang selama ini hanya teori langsung dipraktekkan. Yoga bukan hanya sekadar asana (postur tubuh), akan tetapi jauh dari itu. Yoga adalah disiplin mengenai seni dan ilmu hidup.
Namanya juga kehidupan asrama, maka kami pun diberi jadwal ala anak pesantren. Bangun jam stengah 5 pagi. Jam 5 harus sudah mandi dan bersiap memulai aktivitas. Waktu istirahat biasanya pada saat jam makan. Jeda jam makan ke jam belajar dimanfaatkan untuk istirahat sebentar. Paling hanya 30 menit. Hehe..
Terus kapan bisa benar-benar istirahat?
Ketika semua jadwal telah selesai. Pukul 21.30 waktu setempat. Tepatnya setelah makan malam. Ini saya manfaatkan untuk tidur karena BESOK BANGUN PAGI!
Mengenal makanan-makanan tradisional India
Saat di Ashram, semua makanan sudah disiapkan. Kita bisa memanjakan perut dan lidah dengan makanan asli India. Semua full vegetarian, jadi tidak ada menu daging. Padahal sudah membawa bekal teri kacang kesana dan akhirnya tidak termakan hehe..
Ada menu yang dapat diterima perut saya dan ada yang tidak. Bumbunya sangat kuat, kadang perut saya seakan ingin menjerit saat memakannya. Saya tidak masalah dengan sayurannya, tetapi ada bumbu yang sangat khas yang belum terbiasa di lidah dan perut. Yang saya suka adalah chapati dan nasi briyani. Yang paling saya tidak suka adalah semua makanan yang memakan bumbu masala.
Untuk makan pagi saya lebih bahagia. Karena menunya aneka buah dan yoghurt. Karena di sana cuacanya sedang panas maka ini lumayan bikin adem.
Tau gak apa yang paling ditunggu-tunggu saat sarapan?
Garam Chai. Garam artinya panas, chai ini milk tea. Karena susunya fresh maka minuman ini enak banget!
Makan bersama, cuci sendiri
Ini sudah kewajiban masing-masing. Setiap makan dan minum kita harus mencucinya sendiri. Peralatan makannya semua terbuat dari bahan alumunium. Eh, atau stainless steel ya?
Mencucinya pun unik. Memakai sabut kelapa dan abu gosok. Jadi disini menggunakan bahan-bahan yang alami untuk mengurangi limbah dan polusi. Dari alam kembali ke alam.
Jalan sore tanpa bicara
Setiap jam 17.30 waktunya untuk silent walking. Berjalan kaki untuk melihat lingkungan tetapi tidak bicara. Ada tekniknya juga. Tarik napas tiga hitungan, buang napas 6 hitungan. Biar teratur, saya menggunakan satu hitungan berarti satu langkah.
Saat diam, kita bisa aware dengan lingkungan sekitar. Mendengar suara alam dan menyatu di dalamnya.
Hari pertama dan kedua berhasil. Hari selanjutnya: Jalan-jalan sambil ngobrol.
Mengurangi mengeluh
Mungkin karena terbawa lingkungan, mengeluh lumayan sudah diminimalisir. Jadi bisa lebih menerima. Jika dipikir-pikir saat di sana itu sedang panas-panasnya. Tapi kita di sana tanpa AC. Hanya kipas baling-baling yang ada di langit-langit. Terkadang listrik mati jadi kipaspun tidak di dapat. Tapi ya dinikmati saja. Kalau di Indonesia pasti udah ngeluh gak karuan.
Belum lagi masalah susah signal. Ya diambil hikmahnya saja. Mungkin biar lebih fokus belajar. Uhuk!
Bersahabat dengan hewan
Jadi hewan di sana tidak melulu dikurung. Ada waktunya mereka dilepas. Ada waktunya kembali ke kandang. Suara burung gagak sudah mengisi hari-hari. Ya, burung gagak pun terbang bebas di sini. Hewan-hewan tersebut memakan sisa makanan dari kami. Jadi semua makanan ditampung dalam ember dan nantinya akan dimakan para hewan itu. Karena semua vegetarian maka sisa makananya juga sayur, karbohidrat, dan kacang-kacangan. Sampai sekarang saya belum tahu apakah anjing dan kucingnya di sana vegetarian juga?
(bersambung)
Selanjutnya: Pengalaman Detox yang Huwow!