Apakah Harus Mempercayai Timbangan?

Foto diambil dari healtyeatingforfamily.com

“Berat turun ya, Fit?”

Kayanya itu pertanyaan yang menjadi trending topic di kehidupan saya dalam beberapa bulan ini. Mungkin pemicunya dari bentuk badan dan wajah yang katanya lebih tipis dari sebelumnya. Tentunya diiringi dengan kulit wajah yang semakin gelap karena terlalu banyak terekspos matahari.

BERAT BADAN SAYA TIDAK BERUBAH. SAYANGNYA.

Justru bertambah satu kilo dari sebelumnya. Memang lingkar perut jauh berkurang tapi ya berat badan sama saja. Kalau diingat-ingat lagi, berat badan saya tanpa olahraga memang lebih ringan dibanding ketika lebih aktif berolahraga. Saya pernah satu bulan tanpa exercise karena sakit. Yoga pun tidak. Waktu itu berat badan turun lumayan drastis. Ya namanya juga sakit ya. Ada perasaan senang karena setelah habis melahirkan akhirnya bisa kembali ke berat normal sebelum hamil. Tapi badan lembek semua. Otot yang sudah terbentuk pun hilang.

Setelah pulih saya mulai kembali rutin berlatih yoga. Berat badan pun naik sekilo dari sebelumnya. Sedih? Tidak sama sekali. Karena badan lebih kencang dan tentunya wajah jauh terlihat lebih fresh. Muka saya waktu sakit benar-benar seperti mayat hidup. Pucat dan lingkar mata menghitam.

Semenjak beberapa bulan ini rutin berlari saya mendapat lingkar pinggang semakin mengecil. Bukan, bukan mau pamer bagian ini. Beberapa teman menanyakan berapa berat badan saya sekarang dan saya pun kege-er-an sepertinya saya kurusan. Bukan, bukan mau pamer yang ini juga. Karena sebenarnya berat badan saya justru naik satu kilo dibanding sebelum berlari. Wajah memang lebih tirus, lengan atas pun mengecil, dan perut semakin kempis. Dalam perubahan yang menyenangkan itu ternyata angka di timbangan masih gak mau ikut berubah.

Apakah saya harus tetap mempercayai timbangan?

OTOT DI DALAM TUBUH TIDAK MEMAKAN TEMPAT SEBANYAK LEMAK

Angka di timbangan mungkin tidak salah, tapi kayanya gak adil jika itu satu-satunya patokan dalam menghakimi tubuh sendiri. Perbandingkan ukuran satu kilo lemak dengan satu kilo otot kan memang tidak sama ukurannya. Ya, massa otot lebih berat dibanding massa lemak. Saya akan jauh lebih bahagia jika berat saya meningkat tetapi otot lebih kencang dan terbentuk (walaupun ya kadang betis jadi lebih besar) dibanding berat yang lebih ringan tetapi badan kendor karena lemak. Jadi saya memang lebih percaya angka di meteran baju dibanding angka di timbangan badan. Penampilan fisik kita terkadang berbeda dengan angka ditimbangan. Terlihat lebih kurus bukan berarti lebih ringan. Jangan lupa: Lemak itu lebih ringan dibanding dengan otot.

Tapi mengecek berat badan dengan rutin juga gak ada salahnya. Angka timbangan yang paling jujur adalah saat bangun tidur. Ketika tubuh belum diiisi oleh makanan dan minuman. Coba aja cek di siang hari saat sudah diisi berbagai asupan makanan, pasti bertambah. Ketika esok paginya kembali turun. Tentunya jika proses pencernaan harian kita lancar.

Ada tiga cara untuk mengecek rasio otot dengan lemak berdasarkan artikel di Prevention, yaitu:

Pengukuran Berat Hidrostatik

Cara ini dengan menimbang berat badan di atas air. Kamu yakin mau menenggelamkan badan di dalam airdemi mengukur berat badan yang vakura? Saya sih tidak. Hehe..

Timbangan Impedansi Bioleketrik

Bahasa lebih mudahnya adalah timbangan tubuh dan lemak. Alat ini sudah mudah dicari di toko olahraga. Saat kita berdiri di atas timbangan, arus listrik yang aman akan dialirkan ke dalam tubuh. Kita bisa dengan mudah menghitung persentase lemak tubuh berdasarkan kekuatan pantulan balik signal listrik yang dialirkan dan berjalan di dalam tubuh.

Timbangan Pengukur Lemak Tubuh

Metode ini sepertinya lebih mudah dilakukan dibanding dua di atas. Kalau anak gym pasti sudah sering melihat alat ini. Metode ini dinilai cukup akurat dan gak seribet dua alat di atas. Dengan perhitungan yang tepat maka kita bisa mengetahui jumlah lemak di dalam tubuh. Mau mencari timbangan ini? Toko online beken di Indonesia juga sudah menyediakan kok. Sejujurnya.. saya sih belum punya. Masih timbangan berat badan digital biasa. Hehe..

BANYAK HAL YANG MEMBUAT BERAT KITA BERTAMBAH SAAT MEMULAI OLAHRAGA

Bukan timbangan kamu yang rusak. Berat badan bisa bertambah walaupun sudah rajin berolahraga.  Awal-awal lari saya juga sedikit terkejut karena berat badan saya kok gak langsung turun. Padahal saat itu sedang berpuasa jadi harusnya berkurang jauh. Kenyataannya justru bertambah!

Banyak faktor yang membuat tubuh menjadi lebih berat saat memulai olahraga. Cairan juga berpengaruh dalam meningkatnya berat tubuh ketika kita sedang rutin berlatih. Konversi dari glikogen atau gula ke glukosa adalah sumber energi untuk otot tubuh. Para pelari yang ingin bertanding biasanya melakukan carbo-loading untuk menabung energi yang nantinya menjadi bensin saat lomba. Glikogen terikat dengan cairan di dalam tubuh sebagai bagian dari proses pembakaran di dalam otot. Air juga memiliki beban dan sudah sepatutnya kandungan air di dalam otot juga memberi kontrbusi pada penambahan beban di dalam tubuh, kan?

Apakah jika terus latihan berat kita juga terus merangkak naik? Gak, gak gitu. Dr. Gary Calabrese, PT, DPT Senior Director dari Rehabilitation and Sports Therapy di  Cleveland Clinic  mengatakan otot tubuh kita sudah terbiasa dengan latihan yang kita jalani maka lama-lama kebutuhan glikogen menjadi lebih sedikit walaupun energi yang dikeluarkan berada dalam level yang sama. Seiring dengan itu, penyimpanan air pun menjadi lebih sedikit dan berat tubuh bisa di titik stabil atau bahkan berkurang. Jika ingin hasil yang diinginkan, konsistenlah dalam berolahraga meskipun berat tubuh telah berkurang. Ya, ini menjadi catatan untuk diri saya sendiri.

Mempercayai timbangan gak salah tapi jangan terpaku hanya pada itu saja untuk mengukur apakah berat badan kita sudah ideal atau belum. Kalau pola makan kita baik dan menjaga keseimbangan aktivitas fisik dan istirahat harusnya jangan terlalu kuatir dengan angka di timbangan. Kalau saya prinsipnya asal bahagia. Bahagia punya tubuh yang sehat dan gak mudah sakit, bahagia karena bisa tetap memakai baju size S, bahagia dibilang wajah lebih fresh, bahagia menjadi lebih kuat, bahagia bisa melihat kemampuan diri sendiri yang gak pernah diduga sebelumnya, dan bahagia bisa makan enak. Jujur, terlalu sering melihat angka di timbangan saya jadi susah bahagia. Semangat, Kakak!

Bermain Juga Butuh Tempat

20170409_084652-01

“Mau ke mana ya?”

Pertanyaan musiman kalau lagi liburan long weekend. Seperti sekarang yang lagi libur paskah tetapi bingung mau ke mana. Mau ke luar kota kayanya nanggung cuma libur 3 hari, tapi di jalannya bisa hampir seharian karena macet. Kalau di rumah kasian juga Farrel dan Shayna. Akhirnya ga jauh-jauh antara berenang atau main game di mall. Udah di rumah main game, pas keluar rumah tetep aja main game.

20170414_172436-01
Zona bermain di dalam mall

Kayanya waktu zaman saya kecil gak terlalu banyak mikir. Hari libur bisa menghabiskan waktu bermain seharian di lingkungan rumah. Pagi hari saya main sepeda dan pagi agak siangan main karet. Siang hari biasanya sudah kembali ke rumah untuk makan siang dan bersantai-santai menonton tv. Kalau waktunya memang kosong ya saya main video game. Menjelang sore mulai main lagi bersama teman-teman. Pilihan permainannya berganti-ganti sesuai musimnya, seperti lompat tali atau bermain layangan.

Anak-anak, termasuk anak saya sendiri, banyak yang memilih bermain permainan konsol dibanding aktivitas fisik. Padahal permainan anak-anak zaman saya kecil membuat saya lebih rajin bergerak. Gerak di sini bukan cuma jari yang pencet-pencet tombol ya, tetapi benar-benar bergerak sampai keringetan. Padahal waktu itu sudah mengenal permainan konsol, tapi eksistensi permainan tersebut tidak mutlak menggeser permainan tradisional seperti petak umpet, batu tujuh, galasin, benteng, layangan, dan lompat tali/karet.

Maaf untuk yang roaming dengan nama-nama permainan yang saya sebut di atas. Ini hanya masalah beda umur dan beda generasi.

APAKAH PERMAINAN DULU TERGESER MUTLAK KARENA TEKNOLOGI?

Saya termasuk kurang setuju jika pergeseran permainan anak zaman dahulu dan zaman sekarang berubah semata-mata karena kemajuan teknologi. Kalau anak sekarang disuruh main layangan maka…

“MAINNYA DI MANA?”

Taman adalah tempat ideal untuk anak-anak bermain di luar rumah. Tidak perlu kawatir terserempet kendaraan yang melintas. Lapangan terbuka yang menjadi sarana saya dulu bermain dan berolahraga sudah berubah bentuk menjadi perumahan. Saya juga merasa kurang waras kalau membiarkan anak-anak main di jalan, di mana jumlah kendaraan sudah semakin banyak. Belum lagi masalah rawan penculikan.

20170221_183315-01

Menurut data terdapat 100 Ruang Terbuka Hijau (RTH) di DKI Jakarta. Jumah ini masih sangat kurang megingat hanya 9.98% dari jumlah idealnya yaitu sebanyak 30%. Saya rasa anak-anak akan lebih berkurang keterikatan dengan gawai dan permainan konsolnya apabila difasilitasi dengan baik.

Bermain juga butuh tempat. Jadi jangan mengharapkan anak-anak bermain seperti kita kecil dulu jika tempatnya tidak ada. Taman bermain untuk anak yang menurut saya ideal adalah:

20170318_061434-01

Ruang Hijau

Taman dalam kepala saya adalah bukan taman yang gersang tanpa ada tanaman-tanaman. Taman yang nyaman adalah taman yang dipenuhi pepohonan yang mampi melindungi dari terik matahari dan juga sejuk. Lebih bagus lagi jika terdapat bunga-bunga yang membuat taman terlihat lebih cantik.

Sarana Bermain

20170318_061755-01

Anak-anak akan menyukai taman yang dipenuhi sarana permainan. Cukup yang sederhana saja seperti ayunan dan perosotan. Sisanya cukup diberi lahan yang cukup untuk mereka bisa bermain lompat tali/karet dan juga layangan.

Terdapat Sarana Olahraga

Aktivitas fisik mendukung tumbuh kembang anak. Jadi saya ingin anak-anak bukan hanya bisa bermain tetapi juga berolahraga. Sarana olahraga bisa berupa jalur lari atau sepeda, jalur skate, atau wall climbing. Selain anak-anak menjadi lebih kreatif, para orangtuanya juga bisa berolahraga juga. Ya, ini sih agak subjektif ya. Sejujurnya saya memang suka sekali mencari tempat yang asik buat lari santai.

Ruang Rekreasi

Taman yang menarik adalah taman yang bisa dijadikan untuk piknik. Bayangkan tingkat stres warga ibukota yang sehari-harinya sudah disibukkan pekerjaan dan macet. Ini jika dari kacamata orangtua. Dari sisi anak, mereka juga butuh udara segar dan sarana untuk melepas usai sekolah. Membaca buku itu baik, tetapi manusia tetap butuh refresh untuk bisa semangat lagi beraktivitas. Selain ruang hijau, taman yang ideal ada kolam airnya. Karena air itu memiliki efek menyejukkan dan menarik.

Aman dan Kids Friendly

Keamanan yang utama. Taman yang ideal menurut saya ya yang kids friendly. Anak-anak bisa bermain dengan aman dan nyaman. Kita sebagai orangtua pun lebih tenang.

Menyelamatkan Diri dari Anemia

20161205_101435-02

Olahraga lebih teratur, mengatur makanan, dan berhenti merokok sudah dijalani sekitar 5 tahun ini. Meski awalnya ingin kurus tapi lama-kelamaan tujuannya lumayan udah geser. Jujur nih, saya ingin merasakan hidup yang lebih baik. Sudah lelah juga dengan badan yang ringkih harus bolak balik ke rumah sakit karena menjalani pola hidup yang masih asal-asalan. Orang yang melihat saya sekarang mungkin gak nyangka kalau dulunya saya mengalami typus sampai 3 kali dalam setahun karena daya tahan tubuh yang buruk. Gimana mau sehat kalau pola hidupnya aja aca-acakan. Makan asal-asalan, jam tidur berantakan, dan pikiran kayanya lebih sering tegang.

Sehat.. sehat.. sehat.. pokonya saya mau sehat!

Sehat itu buat saya adalah investasi, jadi saya gak mau menunggu tua untuk mengubah pola hidup agak beneran. Bisa produktif sampai usia senja adalah cita-cita ibu-ibu anak dua yang sehari-harinya masih pecicilan ini. Banyak hal yang bisa didapat jika tubuh kita sehat. Dengan sehat saya bisa menjalani pekerjaan lebih baik, mengasuh anak, hingga jalan-jalan. Apalagi menjadi ibu gak gampang. Kita mesti sehat supaya bisa lebih fokus mengurus anak-anak, rumah, dan kerjaan. Bahkan nemenin anak belajar aja butuh pikiran dan tubuh yang sehat. Kalau lagi gak fit boro-boro fokus ngajarin anak.

APAKAH SAYA CUKUP PRODUKTIF?

IMG-20170329-WA0012

Usia saya termasuk usia yang masif produktif. Apalagi anak-anak masih kecil dan kerjaan lagi lumayan (alhamdulillah) banyak. Ada rasa bangga jika bisa menjalani sesuatu sesuai dengan target. Yang menjadi pertanyaan adalah: Apakah saya produktif?

Kita bisa menganggap diri kita produktif apabila sudah mampu menghasilkan sesuatu (barang atau jasa) sesuai yang diharapkan, yaitu waktu yang singkat dan tepat. Tapi ada masa-masanya kita sulit mengerjakan sesuatu sesuai target, misalnya saat tubuh lelah. Apalagi jika di periode menstruasi mood dan badan kayanya drop banget. Jangan-jangan saya ini anemia..

PENGARUH ANEMIA TERHADAP PRODUKTIVITAS

Rabu kemarin di The Darmawangsa Hotel saya menghadiri acara diskusi Indonesia Bebas Anemia: Sebagai Solusi Total untuk Indonesia yang Lebih produktif dan Bebas Anemia. Cara ini merupakan kampanye lanjutan yang diselenggarakan Merck, Perusahaan sains dan teknologi terkemuka, dan bekerjasama dengan PDGMI, organisasi profesi di bawah Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Nara Sumber dalam Indonesia Bebas Anemia
Nara Sumber dalam Indonesia Bebas Anemia

Kesadaran saya terhadap anemia dan dampaknya menjadi lebih terbuka. Sehat memang modal awal untuk produktif tetapi perhatian saya belum sampai ke hal yang lebih detail hingga ke anemia. Ternyata produktivitas kerja seringkali menurun bagi para wanita yang menderita anemia. Berdasarkan riset yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) terkait survei Angkatan Kerja Nasional di bulan Agustus tahun 2015 yang diolah Pusdatinaker, jumlah pekerja wanita Indonesia sebesar 37,16% dari jumlah populasi masyarakat Indonesia, yang berjumlah 114.819.199.

“Anemia dapat memberikan dampak terhadap penurunan produktivitas kerja wanita Indonesia sebanyak 20% atau sekitar 6,5 jam per minggu.” – Prof. dr. Endang L. Achadi, Ketua Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia.

Produktivitas wanita Indonesia yang seringkali menurun disebabkan oleh defisiensi zat besi sehingga merasa mudah lelah, konsentrasi menurun karena kekurangan oksigen pada jaringan tubuh termasuk otak, sehingga mengurangi kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari.

APAKAH SAYA ANEMIA?

Menurut dokter Endang, kita memang dapat mengenali anemia dari gejala-gejala yang dirasakan atau dilihat seperti mudah lelah, mudah mengantuk, wajah yang lebih pucat, dan kurang dapat berkonsentrasi. Akan tetapi untuk mengetahui Anemia yang lebih jelas memang hanya dapat melalui cek darah. Anemia bisa disebabkan oleh:

1. Rendahnya asupan gizi yang penting untuk pembuatan Hemoglobin (HB) yaitu zat besi, asam folat, vitamin B12, dan protein.

2. Meningkatnya pengeluaran, yang disebabkan karena pendarahan, seperti infeksi kecacingan, pecahnya sel darah merah karena malaria atau thalassemia, atau pendarahan oleh sebab lainnya seperti luka.

Gejlala-gejala anemia yang perlu diperhatikan
Gejala-gejala anemia yang perlu diperhatikan

Sebagian besar anemia itu terjadi karena defisiensi zat besi. Jadi penting bagi kita untuk mengonsumsi makanan  yang kaya akan sumber zat besi. Permasalahannya adalah bahan makanan sebagian besar penduduk Indonesia berasal dari pangan nabati, sedangkan zat besi dari nabati lebih sulit diserap oleh tubuh. Ya mungkin ini juga terjadi oleh saya yang memang tidak terlalu suka makan daging. Bahkan saya sudah berhenti mengonsumsi daging merah. Mungkin saya satu di antara penduduk Indonesia yang mengalami anemia karena kurangnya asupan zat besi.

Wajah-wajah yang sepertimya tidak mengalami anemia defisiensi fe
Wajah-wajah yang sepertimya tidak mengalami anemia defisiensi fe

SOLUSI SEHAT UNTUK BEBAS ANEMIA

Kembali lagi ke tujuan saya berolahraga adalah ingin sehat. Walaupun terkadang suka terbawa ambisi ingin mencapai target-target tertentu. Di usia produktif ini tentunya saya ingin melakukan banyak hal dan tidak mau ada hal yang menghalangi produktivitas, termasuk anemia. Menjalani pola hidup yang lebih sehat kayanya sudah jalan yang paling benar untuk penangan Anemia Defisiensi Fe.

Memperbaiki Pola Makan

Kalau sebelumnya asal-asalan dalam mengonsumsi makanan, sekarang lebih memperhatikan kandungan gizi pada makanan. Makanan yang mengandung zat besi seperti makanan yang mengandung sumber protein tinggi, seperti daging merah, kuning telur, dan ikan. Tidak lupa dengan sayuran hijau dan kacang-kacangan.

Dalam sebuah risoles pun terdapat kandungan zat besi
Dalam sebuah risoles pun terdapat kandungan zat besi

 

Perlu diingat jika mau mengonsumsi kopi dan teh tidak dilakukan bersamaan dengan mengonsumsi makanan-makanan tersebut karena akan sia-sia. Tunggu minimal selama dua jam lebih untuk memberikan kesempatan tubuh untuk menyerap sari-sari makanan tersebut.

Mengonsumsi Suplemen Zat Besi

Kalau kita merasakan gejala-gejala anemia (kalau lupa bisa skrol lagi ke atas ya!) mungkin selama ini jumlah kandungan zat besi yang dikonsumsi masih kurang. Apalagi jika selama ini melakukan olahraga high-impact, seperti berlari. Kalau kata dr. Michael Trianto, SpKO, Spesialis Kedokteran Olahraga “Resiko Anemia Fe bisa terjadi pada kita yang melakukan olahrga berat. Saat banyaknya keringat yang keluar maka tubuh kita kehilangan banyak cairan elektrolit dan sel darah merah. Belum lagi akibat benturan yang terjadi memungkinkan meningkatkan proses hemolisis darah.”. Mungkin kita tidak akan menyadari mengalami anemia karena untuk yang rajin berolahraga gejala-gejala anemia seringkali tidak terlihat dibanding orang-orang yang tidak berolahraga.

Untuk wanita seringkali terasa lebih lesu dan susah konsentrasi saat sedang mengalami menstruasi. Hal ini membuat kita menjadi lebih malas dalam melakukan aktivitas. Suplemen penambah darah seperti Sangobion bisa kita konsumsi untuk melengkapi kebutuhan zat besi sehari-hari.

Kalau ternyata tubuh kita sudah cukup dengan kandungan zat besi gimana?

Gak bakal berpengaruh apa-apa kok! Itu kata dokter Endah loh, bukan kata Fitri Tasfiah. Kita tidak akan mengelami kelebihan zat besi hanya dengan makanan atau suplemen yang dikonsumsi. Jadi kalau tubuh kita sudah cukup dengan zat besi maka tubuh kita tidak akan menyerapnya. Sebaliknya, jika memang zat besi dalam tubuh kita masih butuh tambahan maka kandungan zat besi yang kita konsumsi akan mencukupi kebutuhan tubuh.

Program Olahraga untuk Bebas Anemia

Olahraga dalam intensitas sedang sangat direkomendasikan. Tidak berlebih dan juga tidak kurang. Ada dua jenis latihan, yaitu aerobik dan anaerobik. Aerobik ditujukan untuk kesehatan tuhuh, menurunkan berat badan, menurunkan tekanan darah tinggi, menurunkan kolesterol darah, dan menurunkan kadar gula darah. Latihan anaerobic lebih ditujukan untuk meningkatkan kebugaran tubuh, tidak mudah lelah, dan meningkatkan daya tahan tubuh.

Saat melakukan latihan kita harus memperhatikan beberapa prioritas. Pilih latihan yang mudah dilakukan dan hindari kelelahan yang berlebihan. Mendahulukan latihan otot besar, baru melakukan latihan pada otot kecil. Latihan dilakukan secara bertahap, jangan lupa unuk melakukan pemanasan dan pendinginan.

Pada saat ini Merck meluncurkan Senam Anemiaction sebagai salah satu langkah tindakan pencegahan gejala anemia. Senam Anemiaction adalah bentuk olahraga yang terdiri dari beberapa gerakan sederhana yang berfokus pada beberapa bagian tubuh, yaitu: aktivitas peregangan bawah, tengah, dan atas. Kata dr. Michael “Gabungan gerakan pada senam Anemiaction berfokus untuk meningkatkan mitokondria yang merupakan generator daris el pada tubuh manusia, sehingga siapapun yang melakukan senam tersebut mengurangi gejala-gejala anemia dan dapat menjadi lebih segar serta produktif saat beraktifitas.

Senam Anemiaction yang diperagakan bersama-sama dalam diskusi Indonesia Bebas Anemia
Senam Anemiaction yang diperagakan bersama-sama dalam diskusi Indonesia Bebas Anemia

Senam ini merupakan gerakan latihan otot pada tubuh bagian bawah, tengah, dan atas untuk meningkatkan kebugaran. Latihan ini kombinasi latihan aerobic dan anaerobic yang dilakukan dengan intensitas yang tepat. Pada senam ini juga terdapat gerakan pendinginan yang ditujukan untuk menghindari rasa pegal dan kaku sehingga kita bisa tetap beraktivitas seperti biasa.

Akan lebih menyenangkan jika kita mengisi hari dengan banyak hal yang kita suka. Kalau saya sih maunya bisa produktif sampai tua nanti (kalau dikasih umur panjang). Pola hidup sehat itu investasi, Gaes!