“Berat turun ya, Fit?”
Kayanya itu pertanyaan yang menjadi trending topic di kehidupan saya dalam beberapa bulan ini. Mungkin pemicunya dari bentuk badan dan wajah yang katanya lebih tipis dari sebelumnya. Tentunya diiringi dengan kulit wajah yang semakin gelap karena terlalu banyak terekspos matahari.
BERAT BADAN SAYA TIDAK BERUBAH. SAYANGNYA.
Justru bertambah satu kilo dari sebelumnya. Memang lingkar perut jauh berkurang tapi ya berat badan sama saja. Kalau diingat-ingat lagi, berat badan saya tanpa olahraga memang lebih ringan dibanding ketika lebih aktif berolahraga. Saya pernah satu bulan tanpa exercise karena sakit. Yoga pun tidak. Waktu itu berat badan turun lumayan drastis. Ya namanya juga sakit ya. Ada perasaan senang karena setelah habis melahirkan akhirnya bisa kembali ke berat normal sebelum hamil. Tapi badan lembek semua. Otot yang sudah terbentuk pun hilang.
Setelah pulih saya mulai kembali rutin berlatih yoga. Berat badan pun naik sekilo dari sebelumnya. Sedih? Tidak sama sekali. Karena badan lebih kencang dan tentunya wajah jauh terlihat lebih fresh. Muka saya waktu sakit benar-benar seperti mayat hidup. Pucat dan lingkar mata menghitam.
Semenjak beberapa bulan ini rutin berlari saya mendapat lingkar pinggang semakin mengecil. Bukan, bukan mau pamer bagian ini. Beberapa teman menanyakan berapa berat badan saya sekarang dan saya pun kege-er-an sepertinya saya kurusan. Bukan, bukan mau pamer yang ini juga. Karena sebenarnya berat badan saya justru naik satu kilo dibanding sebelum berlari. Wajah memang lebih tirus, lengan atas pun mengecil, dan perut semakin kempis. Dalam perubahan yang menyenangkan itu ternyata angka di timbangan masih gak mau ikut berubah.
Apakah saya harus tetap mempercayai timbangan?
OTOT DI DALAM TUBUH TIDAK MEMAKAN TEMPAT SEBANYAK LEMAK
Angka di timbangan mungkin tidak salah, tapi kayanya gak adil jika itu satu-satunya patokan dalam menghakimi tubuh sendiri. Perbandingkan ukuran satu kilo lemak dengan satu kilo otot kan memang tidak sama ukurannya. Ya, massa otot lebih berat dibanding massa lemak. Saya akan jauh lebih bahagia jika berat saya meningkat tetapi otot lebih kencang dan terbentuk (walaupun ya kadang betis jadi lebih besar) dibanding berat yang lebih ringan tetapi badan kendor karena lemak. Jadi saya memang lebih percaya angka di meteran baju dibanding angka di timbangan badan. Penampilan fisik kita terkadang berbeda dengan angka ditimbangan. Terlihat lebih kurus bukan berarti lebih ringan. Jangan lupa: Lemak itu lebih ringan dibanding dengan otot.
Tapi mengecek berat badan dengan rutin juga gak ada salahnya. Angka timbangan yang paling jujur adalah saat bangun tidur. Ketika tubuh belum diiisi oleh makanan dan minuman. Coba aja cek di siang hari saat sudah diisi berbagai asupan makanan, pasti bertambah. Ketika esok paginya kembali turun. Tentunya jika proses pencernaan harian kita lancar.
Ada tiga cara untuk mengecek rasio otot dengan lemak berdasarkan artikel di Prevention, yaitu:
Pengukuran Berat Hidrostatik
Cara ini dengan menimbang berat badan di atas air. Kamu yakin mau menenggelamkan badan di dalam airdemi mengukur berat badan yang vakura? Saya sih tidak. Hehe..
Timbangan Impedansi Bioleketrik
Bahasa lebih mudahnya adalah timbangan tubuh dan lemak. Alat ini sudah mudah dicari di toko olahraga. Saat kita berdiri di atas timbangan, arus listrik yang aman akan dialirkan ke dalam tubuh. Kita bisa dengan mudah menghitung persentase lemak tubuh berdasarkan kekuatan pantulan balik signal listrik yang dialirkan dan berjalan di dalam tubuh.
Timbangan Pengukur Lemak Tubuh
Metode ini sepertinya lebih mudah dilakukan dibanding dua di atas. Kalau anak gym pasti sudah sering melihat alat ini. Metode ini dinilai cukup akurat dan gak seribet dua alat di atas. Dengan perhitungan yang tepat maka kita bisa mengetahui jumlah lemak di dalam tubuh. Mau mencari timbangan ini? Toko online beken di Indonesia juga sudah menyediakan kok. Sejujurnya.. saya sih belum punya. Masih timbangan berat badan digital biasa. Hehe..
BANYAK HAL YANG MEMBUAT BERAT KITA BERTAMBAH SAAT MEMULAI OLAHRAGA
Bukan timbangan kamu yang rusak. Berat badan bisa bertambah walaupun sudah rajin berolahraga. Awal-awal lari saya juga sedikit terkejut karena berat badan saya kok gak langsung turun. Padahal saat itu sedang berpuasa jadi harusnya berkurang jauh. Kenyataannya justru bertambah!
Banyak faktor yang membuat tubuh menjadi lebih berat saat memulai olahraga. Cairan juga berpengaruh dalam meningkatnya berat tubuh ketika kita sedang rutin berlatih. Konversi dari glikogen atau gula ke glukosa adalah sumber energi untuk otot tubuh. Para pelari yang ingin bertanding biasanya melakukan carbo-loading untuk menabung energi yang nantinya menjadi bensin saat lomba. Glikogen terikat dengan cairan di dalam tubuh sebagai bagian dari proses pembakaran di dalam otot. Air juga memiliki beban dan sudah sepatutnya kandungan air di dalam otot juga memberi kontrbusi pada penambahan beban di dalam tubuh, kan?
Apakah jika terus latihan berat kita juga terus merangkak naik? Gak, gak gitu. Dr. Gary Calabrese, PT, DPT Senior Director dari Rehabilitation and Sports Therapy di Cleveland Clinic mengatakan otot tubuh kita sudah terbiasa dengan latihan yang kita jalani maka lama-lama kebutuhan glikogen menjadi lebih sedikit walaupun energi yang dikeluarkan berada dalam level yang sama. Seiring dengan itu, penyimpanan air pun menjadi lebih sedikit dan berat tubuh bisa di titik stabil atau bahkan berkurang. Jika ingin hasil yang diinginkan, konsistenlah dalam berolahraga meskipun berat tubuh telah berkurang. Ya, ini menjadi catatan untuk diri saya sendiri.
Mempercayai timbangan gak salah tapi jangan terpaku hanya pada itu saja untuk mengukur apakah berat badan kita sudah ideal atau belum. Kalau pola makan kita baik dan menjaga keseimbangan aktivitas fisik dan istirahat harusnya jangan terlalu kuatir dengan angka di timbangan. Kalau saya prinsipnya asal bahagia. Bahagia punya tubuh yang sehat dan gak mudah sakit, bahagia karena bisa tetap memakai baju size S, bahagia dibilang wajah lebih fresh, bahagia menjadi lebih kuat, bahagia bisa melihat kemampuan diri sendiri yang gak pernah diduga sebelumnya, dan bahagia bisa makan enak. Jujur, terlalu sering melihat angka di timbangan saya jadi susah bahagia. Semangat, Kakak!