Pecah Marathon Pertama di SCKLM

Entah sudah masuk ke toilet berapa kali untuk buang air kecil. Ekspetasi saya jam 9 malam sudah tidur bagai mayat. Kenyatannya malah tidak bisa tidur nyenyak, walau mata rapat tertutup.  Apakah semua orang begini waktu menghadapi full marathon pertama?

Guling kanan, guling kiri, hingga menyelupkan seluruh badan ke dalam selimut termasuk kepala. Saat melirik jam ternyata sudah berada di tengah malam.

2.30. Alarm di smartwatch memanggil walaupun sebenarnya saya tidak bisa tidur. Tandanya harus siap-siap. Wanita kan persiapannya lumayan banyak. Yang  pertama saya lakukan adalah: Makan. Setidaknya saya harus punya cukup tenaga saat lari nanti. Biarpun nasinya dingin. Biarpun gak ada enak-enaknya. Pokoknya makan!

Pukul 3.15 saya turun ke lobi hotel bertemu #KawanLari yang juga akan berlari bersama-sama di Standard Chartered Kuala Lumpur Marathon (SCKLM). Bermodal dua energy gel -makanan konsentrat berupa gel- yang menjadi satu-satunya bekal berlari 42km nanti. Jarak ke venue cukup untuk dijadikan jogging pemanasan sebelum lari. Mengikuti pesan coach saya via whatsapp di malam sebelumnya, saya mencoba berdoa khusyuk sebelum mulai berlari. Mau makan aja kita doa apalagi mau lari jauh!

FB_IMG_1495676784026
Wajah-wajah bangun tidur dan yang tidak bisa tidur di pukul 3.15 pagi hari

Menjelang  pukul 4.00 – waktu start untuk kategori FM – di Dataran Merdeka.

Bersama 3600 pelari dari semua kategori. Untuk kategori Full Marathon terdapat 7000 pelari yang bersiap mengasah kakinya. Air mata mulai rembes. Sudah tidak ada lagi rasa takut. Yang tersisa adalah rasa haru. Gilaa… gue mau lari aja mesti jauh-jauh ke sini! Seloooo!

4.00 – flag-off

Berlari dengan santai. Gimana gak santai, saya dari Pen 4. Meski pada akhirnya menyelinap di Pen 3 bagian belakang. Kalau mau berlari lebih depan harus tangguh salip menyalip. Karena berlari sendiri jadi lebih mudah untuk salip menyalip. Santai tapi lama-lama berkeringat juga. Berlari pada pukul 4 ini lumayan menyenangkan sih. Kalau waktu Jakarta berarti masih pukul 3. Udara masih sejuk.

Wah, asik juga nih SCKLM! Gak salah deh FM di sini!

Batin saya bersautan sambil menikmati lari di medan yang menurun. Badan tidak terlalu lelah dan saya cukup menikmati pola lari ini. 5km pertama yang menyenangkan. Belari di average pace 6.40. Kalau melihat target waktu saya finish di sub 5 jam 30 menit, harusnya pas. Setelah dibuai dengan jalur yang menyenangkan tiba-tiba sampai ke posisi… MENANJAK!

Kira-kira berada di KM 7 dan bertemu Mbak Rijan, kawan lari dari Run For Indonesia (RFI). Sambil berlari Mbak Rijan mengajari saya cara berlari saat tanjakan dan cara berlari saat turunan. Saat menanjak kaki menjejak agak lebar ke kanan dan ke kiri. Tidak perlu terlalu cepat.

Setelah tanjakan pasti turunan. Saat jalan menurun jangan menahan kaki. Lari seperti sedang melakukan interval. Asik sih!

Baru senang menghadapi turunan tiba-tiba harus bertemu tanjakan lagi. Mulai gak asik nih. Hmm..

Tapi ya namanya lagi race, usaha mah tetep perlu. Jadi saya tetap mencoba berlari dengan pola yang sama. Sekarang lumayan ngos-ngosan.

Masih dalam keadaan ngos-ngosan, saya bertemu tanjakan lagi. Masya Allah!

20170521_062445-01

Akhirnya cadangan makanan pertama saya saya buka. Saya lupa sih tepatnya, yang jelas setelah KM 10. Sepertinya di KM 12. Tidak mampu menyamakan energi Mba Rijan yang sepertinya masih baterainya masih full, saya menyerah. Saya mempersilakan Mbak Rijan lanjut berlari dan saya cukup berjalan. Skill emang gak bisa bohong ya hehe..

Tapi untung juga saya gak terlalu ngoyo, ternyata tanjakan dan turunan ini terus berlangsung. Saya juga gak tau apakah ada akhirnya. Buat pemula yang masih ala-ala butuh lari dengan strategi. Kebetulan strategi saya adalah: Lari-jalan-lari-jalan-lari-jalan.

Badan Mulai Dingin

Matahari masih belum menyumbul, langit masih betah dengan keredupan. Saya juga berharap jangan segera terik. Tapi ternyata tubuh saya mulai terasa dingin. Mungkin juga karena keringat yang mengalir di tubuh. Saya memilih melambatkan lari (yang sebenarnya sudah lambat ini) dan cenderung jalan. Kira-kira di KM 17. Sampai di KM 19 saya mulai membuka cadangan energy gel yang juga tinggal satu-satunya. Nyesel juga sih belagu cuma bawa cadangan 2 gel. Lidah mulai nagih yang manis-manis. “Harusnya gue bawa permen!” membatin.

DSC03447-01
Bekal makanan satu-satunya saat race: energy gel

Namanya mau lari dengan selamat jadi saya gak mau terlalu nyoyo juga. Saat sampai di water station langsung mengambil 2 gelas air dan menghabiskannya, Kembung sih. Mulai pengen makan makanan yang padat tapi apa daya belum ada. Berharap dikasih panitia tapi belum sampai kilometernya.

Dalam kepayahan itu saya teringat kekuatan doa. Kalau udah gini aja langsung relijius. Melafalkan ayat alqur’an yang saya hapal. Kebetulan yang saya hapal juga tidak banyak. Tidak lupa untuk minta ke Sang Pencipta untuk diberi sehat sampai garis finish. Jangan sampai kenapa-napa. Lari kan niatnya mau bahagia, bukan sengsara.

Bertemu Pacer = Mimpi Buruk

Saat dilewati pacer 5.00 saya masih santai. Memang bukan target saya finish di bawah 5 jam. Tapi saat gerombolan balon pacer 5.30 lewat saya menjerit. Menjerit dalam hati. Gak terima!

Sedih karena saya merasa tidak mungkin bisa menyusul para pacer. Apalagi kondisi kaki lagi malas diajak lari. Kilometer terberat buat saya ada di antara 25km-30km. Dari data sih memang di sana average pace menurun ke 8.30. Paling jebol. Sudah pualing banyak jalannya.

Ya sedih jangan lama-lama. Biar tersalip yang penting harus bisa lari lagi. Kalau jalan terus kapan finishnya?

Kebetulan medannya lagi lumayan bersahabat. Menjelang KM 30 semangat kembali bangkit. Kata orang-orang di sini adalah titik hitam berlari FM. Untungnya saya masih gak di ambang hitam-hitam banget. Masih bisa lari tanpa kerasa kram. Ini sih harapan saya banget.

Matahari mulai naik dan mulai memasang buff untuk menutupi kepala dari sinar matahari. Dalam pejalanan bertemu Ko Willy  dari RFI dan Pacer 5.30. Sempoat-sempatnya mengambil jeda untuk sekadar foto bersama di gate 30km. Tapi sayangnya gak dari hape saya jadi gak tau itu di mana fotonya!

Dalam kesempatan ini juga saya diam-diam berlari duluan mendahului pacer 5.30. Akhirnya…

Bertemu #kawanlari

Setelah berhasil balas dendam ke pacer 5.30 yang sebelumnya melewati, ternyata masih banyak yang bikin up and down. Pas ketemu kurma saya senangnya luar biasa. Tidak ragu-ragu, saya ambil dua kurma! Pokoknya apa yang bisa dimakan akan saya makan. Setiap makanan berkontribusi menyumbang tenaga untuk sampai garis finish. Ini penting!

Saat mendapat minuman ya saya minum sepuasnya. Saat mendapat sponge basah saya ambil buat mendinginkan badan. Karena sponge-nya sudah tidak dingin jadi sebenarnya fungsinya cuma buat basuh badan aja. Positifnya badan jadi lebih segar. Minusnya adalah.. sepatu saya jadi basah.

Jadi saya berlari dengan kondisi telapak kaki basah. Nyaman? Tentu saja tidak. Rasanya mau buka sepatu. Tapi saat berlari sudah di atas 30km batas nyaman dan tidak nyaman sudah setipis kulit Syahrini. Lari sih lanjut terus sampai gak kuat lari lagi. Karena garis finish masih lama.

Saya sudah dilewati beberapa teman, saya juga sudah melewati banyak orang yang sebelumnya menyusul. Dari badan yang sudah habis tenaga sampai tiba-tiba ada tenaga lagi. Dari redup, hingga akhirnya terang, sampai tiba-tiba hujan. Dari disusul pacer, sampai akhirnya balas menyusul, dia pun kembali melewati, saya pun akhirnya menyusul lagi.

Berlari FM ini memang benar-benar seperti dalam perjalanan panjang. Jadi teringat kata supir taksi yang mengantarkan saya ke tempat belanja di sana yang bilang untuk jarak 42km nyetir pakai mobil aja udah bikin pegel apalagi harus lari. Iya juga sih.

Tapi di KM 36 ini saya berusaha bertahan dengan sisa-sisa tenaga. Sudah mulai meregangkan kaki dengan kembali banyak berjalan. Kemudian bertemu kembali dengan kawan lari dari RFI dan akhirnya saling berbagi kesengsaraan. Tenyata yang dibutuhkan saat ini adalah TEMAN. Lari juga udah gak kuat. Saat turunan saling menyemangati untuk berlari, saat tanjakan dua-duanya gak ada yang memberi semangat. Jalan adalah cara terbaik.

Mengumpat. 3 kilo terakhir saat yang nyaman untuk mengumpat.

“Om, kita udah di km 40!”

“Bodo amat! Di jam gue udah 41!”

“Di jam aku juga sih. Bangke ya!”

Segala macam sumpah serapah yang gak mungkin saya tulis di sini keluar saat itu. Enak juga sesekali mengumpat. Kalau di awal-awal masih penuh kesabaran, di 3 kilometer terakhir tingkat emosi sedang memuncak. Bagus sih buat ngilangin stres.

Last Push!

“Fit, di depan garis finish. Segini mah gue berani deh dilariin” Kata Om Gunawan yang menjadi teman seperjalanan di 5 kilometer terakhir ini. Tapi kok jalannya menanjak. Jujur, saya sih gak bernai lari di tanjakan. Gak mampu.

Pas mendekat ternyata balon yang dianggap garis finish itu hanylah petunjuk bahwa garus finish tinggal 500m lagi. Antara mau ngomel sama mau ketawa. Kami pun melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Sampai akhirnya kamu melihat finish line:

“Om, yuk kita last push!”

Saya berlari dengan sisa-sia tenaga. Kebetulan dikasih turunan, jadi seperti dikasih bonus di akhir perjalanan. Saat gate semakin dekat, saya melihat waktu di gate berapa detik lagi tepat pukul 9.30. Ini berarti waktu saya untuk mencapai target sub 5.30 akan segera berakhir. Saking paniknya saya sampai teriak. Akhirnya terlewat dua detik. Hiks.

Tapi waktu berdasarkan chip time masih kurang 2,5 menit. Akhirnya berhasil menyelesaikan FM pertama dengan waktu official 5.27.24. Hamdallah..

Ya itulah kisah yang lumayan bikin deg-deg-ser di race FM pertama. Lumayan menyenangkan sih. Bikin penasaran mau nyoba lagi. Tapi…

gak sekarang!

3 Alasan Cewek Suka Olahraga Perlu Waxing

20170405_164607-01

Beauty is pain. Begitu suara hati saya yang menguatkan diri sendiri supaya mau untuk waxing. Perlahan saya mencoba menutup mata dan bersiap-siap untuk teriak (jika diperlukan) tapi ternyata…

“Eh, udah selesai?”

Begitu yang saya rasakan ketika merapikan alis saat #Waxtimeparty di WaxTime, Rumah Cisanggiri, Jakarta Selatan. Termpat waxing yang nyaman dengan coffee shop yang instagramable di lantai bawahnya. Ternyata wax itu ada macam-macam, ada jenis soft wax dan hard wax. Yang saya coba ternyata termasuk jenis hard wax, tidak memerlukan jeritan fals dari pita suara. Painless formula. Kalau yang dikenal dengan rasa sakitnya itu ternyata beda lagi, yang terbuat dari cairan gula atau disebut soft wax. Setelah merasakan wax alis itu ternyata gak selama nunggu wasap centang biru, maka saya…

lanjut ke brazilian waxing! (Loh kok malah jadi doyan)

Proses pelapisan sebelum unwanted-hair pada alis diangkat
Proses pelapisan sebelum unwanted-hair pada alis diangkat

Saya memang bukan mahluk yang banyak bulunya. Ya ini salah satu yang saya syukuri karena memang risih dengan adanya bulu di badan. Saya kira ini cukup untuk menjadi alasan gak perlu waxing. Sampai akhirnya sadar kalau bagian yang tidak terlihat juga perlu mendapat perhatian. Kemudian lebih rajin mencukur unwanted-hair di bagian sensitif.  Siapa sih yang gak mau bagian terpentingnya bersih tanpa bulu? Mumpung alis sudah rapih, maka saya pun mau yang bagian itu bersih juga. Ternyata sensasi dibersihkan di area ini berbeda dengan alis. Lumayan lah agak narik napas dikit. Bukan karena sakit banget sih, tapi lebih ke arah KAGET. Ya namanya juga bagian sensitif, teman-teman..

20170405_151858-01
Alisnya udah mumpuni belum, Ibu-ibu?

Untuk wanita yang aktif dan suka olahraga memang disarankan untuk waxing. Apalagi jika mau berlari jarak jauh, para lelaki pun biasanya mulai mencukur bulu-bulu di kaki. Berlari itu perlu kenyamanan dan terkadang rambut pada tubuh ini salah satu yang mengganggu. Untuk wanita lebih banyak lagi alasannya untuk menghapus bulu pada tubuh. Apalagi jika memang hobi berenang dan memakai swimsuit yang cantik, membersihkan kulit dari bulu-bulu yang tidak diinginkan sudah menjadi hal yang wajib. Tapi bukan cuma soal “demi cantik”, berikut alasan lainnya kenapa wanita aktif dan penggiat olahraga sebaiknya memilih waxing:

MENGHEMAT WAKTU

Jarak saat diangkatnya rambut pada tubuh hingga kembali tumbuh lebih lama dibanding jika kita mencukur. Karena kalau mencukur biasa rambut yang terangkat tidak sampai akarnya, berbeda dengan wax. Tidak perlu lama-lama di kamar mandi untuk ritual mencukur. Lebih baik waktunya buat luluran, kan? Ini menekankan untuk yang suka olahraga outdoor. Biasanya menebus rasa bersalah karena panas-panasan dengan merawat kulit. Apalagi jadwal latihan kan biasanya sudah menyita waktu harian, jadi pilihan waxing cocok buat yang aktif berolahraga. Gak banyak buang waktu. Oiya, saya brazilian waxing di WaxTime gak sampai 30 menit sudah selesai. Ditambah wax alis ya pas lah setengah jam. Dan jangka waktu untuk rambut-rambut ini kembali tumbuh lumayan lama. Tiap orang mungkin beda-beda. Saya sih 2 minggu. Ini untuk tumbuh barunya ya, bukan sampai lebat.

WaxTime termasuk jenis hard wax yang memiliki formula painless. Bahan dipanaskan di alat khusus agar tidak mengeras.
WaxTime termasuk jenis hard wax yang memiliki formula painless. Bahan dipanaskan di alat khusus agar tidak mengeras.

LEBIH BERSIH

Bukan hanya tentang kulit mulus, tapi juga kebersihan. Cantik tapi kalau gak bersih agak gimana gitu ya. Apalagi saat keringetan dan bulu-bulu kita ikut basah, pasti terasa gatal kan ya. Ini juga yang membuat banyak pelari yang mencukur bulu di tubuhnya menjelang race. Makanya saya memilih untuk tidak memelihara unwanted-hair. Terkait kebersihan, waxing tetap menjadi pilihan. Saat bulu kita diangkat, kulit mati pun ikut terangkat. Waxing juga memiliki efek exfoliating. Oleh karena itu pasca wax biasanya kulit terasa lebih halus, kan?

ENJOY WORKOUT WITHOUT WORRY

Saat perform butuh fokus dan konsentrasi. Kita tidak mungkin fokus jika terjadi ketidaknyamanan. Malas juga kalau lagi lari terasa gatal di area tertentu karena campuran keringat dan bakteri di bagian bulu yang basah. Ganggu banget, kan! Untuk olahraga seperti bersepeda biasanya memakai pakaian berbahan spandex yang ketat. Rambut di tubuh dengan pakaian yang ketat bukan paduan yang pas. Makanya banyak cyclist banyak yang mencukur bulunya sebelum race. Demikian juga pelari dan perenang. Lagi berenang tapi gak pede karena hadirnya unwanted-hair yang gak cihuy kalau dilihat orang lain. Jadi dengan melakukan waxing minimal mengurangi bibit-bibit ketidaknyamanan. Nyaman kan membuat kita lebih percaya diri. Ini berlaku juga untuk hal lainnya di luar kegiatan berolahraga, seperti persentasi atau saat mengajar. Setuju?