Tips Menjalankan Latihan Lari Saat Puasa

“Jangankan untuk olahraga, buat jalan kaki ke toilet saja rasanya lemas.”

Keluhan saya dan mungkin beberapa teman-teman juga yang sedang menjalani hari-hari pertama puasa. Pada bulan Ramadan, umat Islam menjalankan ibadah puasa selama satu bulan. Ada beberapa perubahan yang dialami saat menjalankan puasa ini, dari mulai perubahan pola makan hingga pola tidur. Perubahan pola hidup ini membuat tubuh memerlukan adaptasi.

Saat masa adaptasi seringkali tubuh merasa malas untuk bergerak. Saat jarum jam menunjukkan pukul 12 siang, perut terasa kembali lapar. Mengapa? Karena ini adalah waktu di mana penyerapan makanan dalam usus berakhir. Pola ini jika kita terakhir mengonsumsi makanan pukul 4 pagi. Jadi setelah 8 jam berakhir, tubuh mulai “nagih” makanan baru.

Rasa lapar biasanya akan melebar menjadi rasa lemas. Rasa lemas saat puasa karena tubuh kita kekurangan glikogen. Dalam tubuh tersayang kita ini, glikogen sebagai cadangan makanan yang akan dibakar saat beraktivitas. Untuk memecah cadangan makanan menjadi glikogen tidak bisa berlangsung instan. Sedangkan cadangan makanan berupa glikogen hanya bisa bertahan sekitar 10 jam. Jadi, haruskah kita berhenti latihan saat puasa?

Di bawah ini saya tulis beberapa tips yang saya ambil dari tulisan saya di bugaraga.com:

BIJAK DALAM MENGATUR JADWAL LATIHAN

DSC03414-01
Lari sore di GOR Soemantri Brojonegoro Kuningan

Untuk yang berdomisili di Jakarta, coba mampir ke GOR Soemantri Brojonegoro di sore hari pada bulan puasa ini. Walaupun bulan puasa tapi tidak membuat jalur larinya bersih tidak terjamah. Padahal sebagian dari mereka sedang menjalankan ibadah puasa.  Dari teman saya yang juga seorang penggiat triathlon, Chaidir Akbar, ada tips latihan saat menjalankan ibadah puasa ini:

Mengatur intensitas latihan

Wajar kalau haus saat puasa, apalagi jika harus latihan fisik. Buatlah lebih fleksibel dengan memahami tubuh sendiri dan mengurangi intensitasnya. Yang penting tetap bergerak, kan?

Mengatur waktu latihan

CFD Sudirman saat puasa lebih kosong
CFD Sudirman saat puasa lebih kosong

Kalau lari di saat mataharis edang nyala-nyalanya sih nyari penyakit ya. Keringat yang keluar pun akan lebih banyak. Takutnya kamu malah mengalami dehidrasi. Pilih waktu yang kira-kira lebih teduh: pagi atau sore. Atau mungkin ruangan terturup dan ber-ac seperti tempat gym bisa menjadi pilihan.

Kalau mendapat pilihan waktu latihan antara pagi atau sore, saya memilih sore. Jika haus kan tinggal menunggu waktu bukan, gak jarak antara latihan dengan waktu berbuka tidak terlalu lama. Kalau pagi resikonya bisa mager (baca: males gerak) seharian.

Tapi kalau saya memilih setelah berbuka. Pada awal puasa saya mencoba lari sebelum berbuka dan malah kurang efektif. Tenaga untuk berlari bisa dibilang nihil. Perut kosong saat berlari ini juga membuat lambung terasa diperas. Tapi, setiap orang memilih pilihan yang berbeda.

Memecah latihan menjadi dua sesi

Ini khusus yang memang rajin banget latiannya. Saya tidak termasuk di dalamnya. Untuk pelari yang ingin mengambil jarak yang panjang mungkin merasa kepayahan jika dilakukan saat puasa. Agar lebih ringan bisa dipedah menjadi 2 sesi. Misalnya satu sesi di pagi hari sebelum matahari terbit dan satu sesi di sore menjelang berbuka. Jadwal latihan bisa dibuat fleksibel, yang paling memungkinkan kita bisa jalani.

Mengambil jarak yang lebih pendek saat masa adaptasi

Pada masa awal-awal puasa tubuh kita masih melakukan adaptasi terhadap perubahan gaya hidup. Jadi dalam masa adaptasi ini kita bisa melakukan dengan cara berlari dalam jarak atau periode yang lebih pendek dari kebiasaan. Berlatih dalam intensitas rendah untuk melatih tubuh menggunakan energi dari lemak tubuh.

BIJAK DENGAN MENGATUR MENU SAHUR DAN BUKA PUASA

Sedikit membahas mengenai fisiologi berpuasa. Di laman HelloSehat dijelaskan bahwa saat kondisi normal, glukosa menjadi sumber energi utama. Glukosa ini tersimpan di liver dan otot. Saat melakukan kegiatan, tubuh kita memanfaatkan glukosa sebagai sumber energi. Pembakaran glukosa sebagai sumber energi dalam beraktivitas tidak dapat menghabiskan seluruhnya di dalam liver, masih disisakan sebagai cadangan energi untuk melakukan fungsi lainnya di dalam liver.

Bagaimana jika batasan penggunaan glukosa sudah mentok? Disini lemak dalam tubuh kita berkontribusi sebagai sumber energi selanjutnya. Penggunaan lemak ini sangat bermanfaat dalam penurunan berat badan sekaligus penurunan kolesterol darah.

Oleh karena itu agar puasa tetap sehat dan dapat menjalankan program latihan perlu pintar juga dalam memilih menu sahur dan berbuka. Asupan makanan dan minuman yang seimbang memegang peranan yang penting selama puasa. Pilih makanan yang cukup karbohidrat dan lemak.

Jika kurang asupan ini maka tubuh mulai menggunakan protein sebagai sumber energi. Protein yang dipecah berasal dari otot sehingga otot dapat mengecil dan melemah. Tentunya bukan hal yang diinginkan bagi para pelari atau penggiat olahraga lainnya. Termasuk kamu, kan?

Cukup berarti tidak berlebih. Nasi goreng dua piring sebagai menu sahur juga bukan pilihan yang bijak. Saat puasa tahun lalu saya datang ke acara buka puasa yang mendatangkan Dr. Pauline Endang – spesialis ahli gizi – sebagai pembicara. Dr. Pauline menyarankan untuk memilih makanan yang mengandung karbohidrat kompleks dan makanan yang kaya serat agar energi dalam tubuh tidak lekas habis. Jadi jangan lupa untuk memasukan sayur dan buah dalam menu sahur.

Saat berbuka kita sebaiknya makan makanan yang mengandung karbohidrat tinggi. Agar dapat memaksimalkan cadangan glikogen otot.

Bagaimana dengan lemak? Makanan dengan lemak tinggi justru dapat membantu memperlambat pencernaan sehingga tubuh tidak cepat lapar dan lemas. Jadi untuk sahur kita bisa memasukan makanan yang mengandung lemak. Jadi tubuh masih memiliki cadangan energi untuk berolahraga.

Oleh karena itu makanan dengan gizi seimbang ini sangat penting agar puasa tetap sehat. Selain makanan, kita juga perlu memperhatikan asupan cairan. Minum air putih setidaknya minimal 8 gelas setiap hari atau sekitar 2500ml. Jika kurang cairan, ginjal kita bekerja lebih keras lagi. Untuk yang ingin tetap menjalankan program latihan saat puasa, bijaklah dalam mengatur menu sahur dan berbuka. Jangan lupa dengan pemilihan waktu latihan. Selamat berpuasa!

Artikel di atas diambil dari artikel bugagara.com dengan judul “Tips untuk Menjalankan Program Latihan Saat Puasa”.

6 Trik Pelari Pemula Menaklukan Lari Maraton Pertama

Lari santai gak harus mikir? Salah banget. Apalagi kalau lari untuk full marathon. Saya percaya setiap pelari punya metode masing-masing untuk mempersiapkan race. Kebetulan saya ini masuknya ke recreational runner. Pokoknya yang waktunya jauh banget lah sama pelari podiumer.

Berlari santai juga perlu Persiapan. Kalau gak siap gimana bisa santai? Kalau latihan sih ya sudah jelas wajib hukumnya. Semakin jauh berlari, semakin banyak tenaga yang terbuang. Bagaimana berlari dengan efisien?

BUAT TARGET WAKTU!

Bagaimana bisa mendapatkan target waktu? Berdasarkan hasil latihan dan pencapaian waktu di race 10K dan 21K sebelumnya. Saya berani membuat target waktu 5.30 untuk maraton pertama di Standard Chartered Kuala Lumpur Marathon (SCKLM), setelah waktu half marathon race sebelumnya (pada akhirnya) bisa di bawah 2.30. Sebelumnya agak susah menembus ini. Masalah waktu sih. Semakin terbiasa kita berlari maka semakin terbiasa juga dengan jarak.

04.00 – Start

06.30 – 21km

08.00 – 30km

09.30 – Finish

Target ini gak mutlak kok. Belajar dari pengalaman, saya sadar kalau kita gak akan tau “faktor X” yang mungkin terjadi saat race. Tapi bikin patokan gak ada salahnya. Jadi tau kapan harus santai dan seberapa santai. Kalau ada sisa waktu banyak kan waktu santainya agak lamaan. Santai saya ini maksudnya berjalan kaki. Pokonya apapun yang terjadi jangan sampai berhenti. Takut nanti jadi ngunci dan susah lari.

Iya, saya pernah 2 kali kena kram saat race HM dan rasanya gak enak banget.

Berlari di track yang memiliki elevasi lumayan panjang memang perlu strategi. Selain saya mempercayai Saucony Freedom yang baru dibeli menjelang race (uhuk! Pamer…), saya (mesti) mempercayai badan saya sendiri. Ini strategi pelari ala-ala ini dalam menghadapi rute SCKLM yang buat kata orang-orang menantang:

1. Fokus dan sensi

Entah saya harus bersyukur atau sedih saat kehilangan Sony Walkman yang menjadi senjata saya supaya gak bosen kalau lagi lari. Bete juga sih karena biasa race dengan earphone. Tapi ternyata ini yang menjadi penolong saya di SCKLM. Pas tau badan cape banget yaudah jangan ngoyo. Dipaksain lari juga pace-nya gak bakal nambah banyak. Nah ada momen badan saya dingin banget. Kayanya sekitar KM 17. Langit masih redup. Saya liat kulit tangan sudah mengeluakan garam. Bibir juga asin. Lidah pait.

Lidah mulai nagih yang manis-manis. Saya mulai mengurangi pace dan banyak jalan. Selain itu memang kecapean juga banyak dihajar naik turun. Lumayan pegel-pegel di paha dan betis. Saya berlari dengan menikmati cadangan terakhir energy gel (yang pertama sudah dimakan di KM 10). Sampai bertemu WS langsung meneguk air putih. Sampai badan enakan saya coba lari lagi seperti biasa. Yang tahu kondisi badan kita ya diri kita sediri. Jadi saat berlari – meskipun di kecepatan yang menurut kita santai – mesti tetap fokus.

2. Dukung kenyamanan berlari

Apa yang bikin kita gak nyaman saat berlari, hindari! Karena tidak memiliki mental dan fisik sekuat atlet, saya memilih gear yang menambah kenyamanan. Sadar diri gak kuat kena terik matahari, saya memakai sport eyewear, visor, dan buff. Buff ini fungsinya sekalin untuk mengelap keringat bisa juga dipakai dikepala untuk menutupi ubun-ubun dari sinar matahari. Sadar kakinya gampang pegal, saya memakai celana compression. Untuk sepatu cari yang paling nyaman. Ukuran jangan sampai kesempitan. Saya pun memilih tidak membawa hydration untuk mengurangi beban yang dibawa tubuh. Untuk event sekelas SCKLM persiapan air minum pasti sudah disiapkan dengan baik oleh panitia. Masalah-masalah pribadi yaudah gak udah dipikirin dulu.

3. Makan banyak supaya kuat

Gak sia-sia selama 2 hari di KL pesta karbo. Ternyata lari di atas 21K itu memang butuh tenaga banyak ya. Kesalahan saya adalah saya Cuma membawa 2 gu-gel. Ternyata kalau udah lari jauh gitu maunya ngemil terus. Bocorannya sih akan mendapat pisang di KM 17, ternyata… zonk!

Pisang saya dapat beberapa kali tapi sudah di atas 25km. Berharap banget dapat pisang karena perut sudah kembung dengan air. Walaupun di WS sebelumnya sudah mendapat gel sih. Lumayan buat nambah tenaga. FM itu memang ajaib. Ada masanya tenaga habis sehabisnya. Tapi ada masanya tenaga pulih dan ada kekuatan buat lari lagi. Makan dan minum ini memang penting!

4. Menikmati perjalanan apapun tanjakannya

Pertama kali ikut full marathon dan langsung kena track yang banyak tanjakannya. Pertama kali dapat tanjakan masih dilariin. Saat turunan dihajar speed. Tanjakan kedua, masih semangat seperti tanjakan pertama. Tanjakan ketiga, mulai goyah. Setelah sadar kalau tanjakannya ini akan berlanjut terus akhirnya mulai santai sama diri sendiri. Kalau tanjakan yaudah jalan aja. Pas turunan ya ambil kesempatan buat lari. Saat turunan pace kita akan naik meski dengan power yang sama. Lumayan bisa menggantikan utang waktu saat jalan.

Berlari dengan pace sendiri. Jadi saat dilewati banyak pelari lain yasudah santai aja. Nanti juga kebalap lagi. Eh..

5. Cari teman ngobrol

Sepanjang lari saya bertemu dengan beberapa teman dari Run For Indonesia tapi ya gak sempat ngobrol. Namanya juga masih fokus lari. Saat 5 kilo terakhir, di saat kaki udah males lari, bertemu dengan yang memakai jersey yang sama. Saat-saat ini saya butuh banget teman senasib. Kebetulan saya bertemu yang senasib: menikmati jalan santai.

6. Berdoa

Manusia hanya bisa berusaha, Tuhan yang menentukan. Saya ingat jika kita berdoa dengan tulus dan khusyuk insya Allah akan dijabah. Apalagi lagi sengsara-sengsaranya. Saat berlari kita hanya bisa berkomunikasi dengan diri sendiri dan Tuhan. Daripada mengeluh saya lebih memilih berdoa. Doa supaya sehat sampai finish. Jujur, saya takut sekali kalau sampai pingsan atau cedera. Apalagi saya seorang ibu, ada anak-anak yang menunggu di rumah. Saya berdoa supaya saya sehat, anak-anak di rumah juga sehat. Gak lucu kan kalau gara-gara lari saya jadi kenapa-napa. Apalagi larinya jauh. Jauh dari rumah.

Saya memang bukan pelari cepat apalagi pelari pro. Cuma ibu dari dua orang anak yang belum ada setahun berlari tapi nekat mengambil jarak full marathon. Bukan, bukan mau cuma gaya-gayaan. Tapi memang mau menguji kemampuan diri. Dari pada penasaran terus. Biar nekat tapi saya latihan kok. Walaupun sejujurnya tidak ada latihan long run, tapi konsisten latihan dengan menu yang variatif.

Untuk membuat target waktu tidak bisa menebak asal. Melihat hasil latihan yang dijalani dan juga dari catatan waktu dari race terakhir. Karena pelari ala-ala ini agak malas kalau lari jauh-jauh jadi saya sengaja mengambil race half marathon di bulan april (SCKLM di tanggal 21 Mei). Dari hasilnya jadi tahu bisa menargetkan waktu berapa untuk SCKLM ini. Sekali lagi saya tekankan kalau inilah cara saya – si pelari ala-ala- untuk saya sendiri. Jangan protes ya…