3 Srikandi Bikin Makin Sayang Ke Atlet Indonesia

Rabu pagi ketika matahari masih belum sempurna naiknya saya sudah bergegas untuk pergi ke PIK. Tempat yang berada di ujung utara Jakarta ini berada 46KM dari rumah di Bekasi. Iya, jauh.

Saya mengambil rute selatan karena lewat jalur dalam kota macet karena bersamaan dengan jam orang Bekasi berangkat kerja menuju Jakarta. Tapi saya semangat karena pagi itu mengajar di tempat pelatihan atlet taekwondo Indonesia. Saya suka berbagi ilmu dan bisa berkontribusi untuk mereka. Bisa ikut belajar menendang juga di sana. Pagi itu selain latihan juga banyak cerita tentang pengalaman mereka yang banyak membuat saya ternganga. Menjadi atlet itu memang harus kuat mental dan fisik.

Undangan Gala Premiere 3 Srikandi
Undangan Gala Premiere 3 Srikandi

Sorenya saya langsung bergegas ke Grand Indonesia untuk Gala Premiere film  3 Srikandi di CGV Blitz. Film yang disutradai Iman Brotoseno dengan penulisnya teman saya yang cantik, yaitu Swastika Nohara. Tentang sejarah 3 atlet Indonesia cabang panahan puteri yang meraih medali Olimpiade untuk pertama kali tahun 1988 di Korea Selatan. Tak hanya kisah tentang para atlet yang bertanding, tetapi juga pelatih dibaliknya yang berkontribusi dalam kemenangan.

Bersama Pak Sutradara dan teman-teman yang hadir
Bersama Pak Sutradara dan teman-teman yang hadir

Lumayan lama menunggu untuk bisa menonton film ini. Makanya senang sekali saat Mbak Wiwiek menawarkan datang ke Gala Premiere 3 Srikandi. Film yang membuat saya penasaran bagaimana kisah para atlet kita berjuang dulu, tentang bagaimana para pemeran memainkan karakternya, dan apakah ini menjadi film yang menarik atau membosankan.

Bicara soal pertandingan, sebagai masyarakat umum kebanyakan saat menonton pertandingan olahraga di televisi hanya berpikir “Harus menang!”. Dan ketika kalah langsung kecewa, tak jarang juga sedikit mengumpat “Ah, payah!”. Dari film 3 Srikandi baru saya tahu bahwa saat kalah pertandingan, atlet yang bertanding jauuuuh lebih sedih dan jauuuuuuh lebih kecewa. Apalagi moment tidak bisa diulang. Bagaimana kehidupan mereka bergantung pada pertandingan. Selesai pertandingan, tentu kalah dan menang ini sangat berpengaruh pada masa depan merka. Beda jika hanya sebagai penonton, saat pertandingan kalah ya sudah. Sedih dan kecewa. Tapi saat besoknya kehidupan kembali seperti semula. Tidak ada dampak apa-apa. Kecuali jika memang ikut taruhan. Bokek.

Sedikit cerita dari yang saya dengar waktu makan siang kemarin dengan Pak Alfian, atlet senior taekwondo putera Indonesia. Saat masih muda dan bertanding dulu dalam kejuaraan, dia sampai makan obat penahan rasa nyeri. Supaya hanya fokus menendang tanpa berpikir rasa sakit. Walaupun kaki sampai bengkak. Itu hanya sedikit cerita. Dalam film 3 Srikandi menceritakan lebih kompleks lagi. Nurfitriyana Saiman (Bunga Citra Lestari) harus berlatih di saat sedang menghadapi skripsi dan ayahnya yang menentangnya. Kusuma Wardhani (Tara Basro) menolak menjadi PNS demi pertandingan, padahal kondisi ekonomi keluarga juga tidak baik. Kalau yang dialami Lilis Handayani (Chelsea Islan) justru terkesan lebih ringan karena didukung ibunya yang juga mantan atlet nasional. Malah terkesan anak mami banget. Sampai akhirnya ibunya harus meninggal sebelum pertandingan Olimpiade. Duh.

Tara Basro, BCL, dan Chelsea Islan di 3 Srikando. Foto diambul dari blog lifetimejourney.com

BCL meranin anak Jakarta udah pas banget. Tapi aku ngerasa dia kurang jadul. Logat dan gesturenya masih jakarta-jakarta kekinian. Kalau Tara Basro bikin saya yakin dia dari Makasar. Beneran dari sana gak sih?

Kalau Chelsea Islan…

Lumayan menarik nih. Scene awal-awal ngerasa chelsea kurang jago meraninnya. Kaya bukan atlet panahan profesional. Lebih kaya anak mama. Saat cerita makin bergulir ternyata memang begini karakter perannya. Dan dia menghidupkan filmnya sekali!

Tapi yang bikin gemas-gemas lucu tetap karakter Donald Pandiangan (Reza Rahardian). Saya tidak tahu apakah ada sisi subjektif dari Kak Tika sebagai penulis atau memang aslinya begitu. Donald ini menjadi pria yang lovable. Dimana-mana cowok yang galak itu kan nyebelin ya, kok disini malah gemesin. Oh, iya.. Reza Rahardian!

Reza Rahardian dalam film 3 Srikandi

Kayanya Reza selalu baik dalam memerankan karakternya. Bahkan kalau kisah hidup saya diangkat ke Film, maunya Reza yang jadi meranin. Reza Rahardia pakai baju belel yang belepotan oli juga tetap ganteng. Pakai baju yang dekil dan terlihat jadul juga malah keren. Dia tuh kayanya gak bisa jelek. Saya belum pernah lihat cowok bengkel dengan baju yang belepotan oli terlihat sekeren ini. Dia beneran pake baju kusut dan lumayan lusuh, tapi ya kok jatohnya malah seksi! Hadeeehh..

Dalam film beberapa kali tertawa bersama teman nonton saya kemarin, yaitu Milly Ratudian dan Mas Shafiq Pontoh. Tiap ada romancenya langsung “Aw..aw..aw..”. Malahan saya sempat tutup muka dan pipi bersemu merah saking terbawa cerita. Akan tetapi saat sesi mereka harus lipsync nyanyi ratu sejagat, VO-nya kurang oke. Suaranya sempat gak sama dengan pergerakan mulut. Malahan menurut saya scene ini gak perlu ada, meski ujungnya ketawa juga saat Rezanya muncul. Duh, lagi-lagi Reza.

Efek habis nonton ini kayanya pikiran saya lebih terbuka tentang atlet Indonesia. Entah kenapa jadi kesengsem banget sama atlet. Malahan semalam mimpi daftarin anak untuk jadi atlet. Duh, andai waktu bisa diulang, saya mau banget jadi atlet. Pelatihnya Reza Rahardian. :p

 

 

One thought on “3 Srikandi Bikin Makin Sayang Ke Atlet Indonesia

  1. Swastika says:

    Waaaah terima kasih udah datang & nulis review! Based on true event and real people, namun tentu sebuah film nggak lepas dr sentuhan personal penulisnya, dan kemudian sutradaranya saat shooting. Kalau dengar cerita anak-anak dan murid-muridnya Bang Pandi itu GALAK BANGET! Galak yang disiplin dan karismatik gitu lah… Sayang beliau sudah tiada. Seandainya beliau bisa ikut nonton film ini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.