Transformasi Eceng Gondok untuk Menyelamatkan Rawa Pening

DSC01325_1-02

Pagi menjelang siang cuaca yang cukup tidak teduh tapi juga tidak terlalu terik karena angin sedang menari-nari di Rawa Pening. Mata sedikit mengantuk karena untuk perjalanan ke Semarang saya sudah harus bangun pukul 2.30 pagi hari. Harapan saya bisa tidur di pesawat, tapi realitanya malah nonton film.

Rawa Pening, rawa yang gak bikin pening. Menyajikan panorama yang asik diliat. Meskipun hanya sebuah danau tapi latar gunungnya itu yang bikin betah mata. Berada di Kabupaten Semarang, danau di tengah daratan ini luasanya mencapai 2.070 hektar. Berdiri di atas jembatan yang bergantung di atas danau membuat netizen seperti saya gak sanggup kalau gak ambil foto buat diunggah di Instagram. Rawa pening ini memang cantik, berada di antara kaki Gunung Merbabu, Gunung Relemoyo, dan Gunung Ungaran.

20170302_103019(0)-01
Jangan lupa follow akun Instagram @fitritash ya!

Tepatnya hari kamis pertama di bulan Maret, Saya bersama teman-teman dari #Sidopiknik berkesempatan melihat Rawa Pening ini. Saat kami sampai dan berdiri di tepi danau sudah dapat melihat banyak tanaman eceng gondok, kira-kira sebanyak 1.800 hektar. Bukan saya yang menghitung, tapi Pak Irwan Hidayat sebagai direktur PT. Sido Muncul Tbk yang menjelaskan.

DSC01322

Selain eceng gondok dan perahu, ada juga mesin pengeruk yang berdiri di permukaan airnya. Mesin-mesin tersebut untuk mencabut tanaman eceng gondok dari danau.

Loh apa salah eceng gondok sampai harus dicabut?

Ternyata eceng gondok ini menghambat jalur perahu yang melintas di sekitar danau dan tentunya menghambat para nelayan juga untuk mencari ikan. Eceng gondok (Eichornia Craaipes) adalah tumbuhan air yang hidup mengapung dan memiliki kecepatan tumbuh tinggi. Bayangkan saja, 1 batang eceng gondok bisa bertambah pertumbuhannya seluas 1m2 hanya dalam waktu 23 hari. Ini yang menyebabkan proses sedimentasi di Rawa Pening.

Kedalaman air di Rawa pening sekarang sekitar 5-7 meter, padahal waktu tahun 1995 bisa mencapai 15 meter. Populasi ikan pun berkurang. Ini sebabnya eceng gondok ini mesti diangkat. Eceng gondok yang sebenarnya banyak manfaatnya menjadi tanaman yang lagi menjadi pusat perhatian karena meresahkan. Sad!

20170302_100937-01

Berdasarkan kekawatiran ini akhirnya Sido Muncul Tbk, yang lokasi pabriknya tidak jauh dari Rawa Pening mulai berpikir untuk mengubah eceng gondok menjadi briket bahan bakar berbentuk wood pellet yang memiliki value lebih, bukan dikenal sebagai penghambat dan limbah domestik semata. Setelah melalui proses penelitan akhirnya ditemukan pemanfaatan eceng gondok sebagai sumber bahan bakar baru.

ECENG GONDOK MENJADI SUMBER BAHAN BAKAR BARU

Setelah berjalan-jalan di Rawa Pening, akhirnya kami melanjutkan perjalanan untuk mampir ke pabrik Sidomuncul untuk melihat pengolahan eceng gondok menjadi sumber bahan bakar baru. Tidak disangka ternyata ada kawasan pabrik ini bisa dijadikan tempat berwisata juga. Banyak pepohonan yang ridang dan juga terdapat air mancur buatan. Bahkan kita bisa melihat harimau-harimau Sumatra di dalam kawasannya.

IMG-20170302-WA0018
#Sidopiknik babes on fire!

Sido Muncul memproduksi wood pellet sejak januari 2015 yang berbahan dasar ‘ampas’ limbah padat jamu dan hasil wood pellet ini dipakai untuk bahan bakar boiler proses prosduksi jamu. Penggunaaan bahan bakar untuk proses produksi saat ini 50% dari wood pellet dan 50% lainnya dengan gas.

Setelah masuk ke dalam pabrik langsung tercium aroma jamu. Satu per satu peserta piknik yang merupakan influencer dan pembuat konten diberi masker. Standar masuk ke kawasan produksi. Kami ditunjukkan bagaimana proses pengubahan eceng gondok menjadi briket bahan bakar. Tahap awal pengolahan tanaman eceng gondok ini adalah pencahahan. Proses ininuntuk mempermudah proses pengeringan. Bagian dari eceng gondok yang diubah menjadi briket bahan bakar adalah keseluruhan bagian, dari mulai daun hingga batang.

20170302_111118-01
Eceng gondok yang baru dicacah sebelum diekstraksi

Setelah itu lalu diekstraksi, mengubah dari bentuk tanaman basah perlu dikeringkan untuk mengurangi kadar airnya. Kadar air eceng gonsok segar rata-rata sekitar 30-40%. Proses pengeringan perlu dilakukan hingga kadar airnya maksimum 10%.

Tahap selanjutnya adalah penguapan. Setelah diuap, bahan baku ini dipanaskan hingga 100 derajat celcius, kemudian di-vacuum sampai ke suhu -0,8 dan akhirnya ke suhu lebih rendah, yaitu -0,7. Setelah itu tidak ada lagi eceng gondok yang dianggap gulma, tetapi briket bahan bakar berbentuk pellet yang memiliki nilai jual yang menggiurkan.

DSC01333
Eceng gondok yang sudah berubah bentuk menjadi wood pellet

Sumber bahan bakar ini bisa untuk sebagai bahan bakar industri hingga rumahan. Kalau kata Direktur Sidomuncul Tbk, Pak Irwan Hidayat: “Wood pellet yang bernilai 1.100 (Sudah termasuk proses dengan mesin) saat dieksport bisa menjadi 1.600. Sekilo wood pellet bisa senilai 200.”. Saat itu saya masih belum terbayang satu kilo itu terdapat berapa banyak wood pellet.

DSC01365-01
Inilah eceng gondok yang sudah berubah menjadi sumber bahan bakar baru berupa wood pellet!

Balik lagi ke Rawa Pening ya…

Jadi kalau eceng gondok ini diolah lebih ‘smart’, sebenarnya  dapat mengubah value yang jauh jauh jauuh lebih tinggi. Dan yang penting Rawa Pening bisa dieksplor lebih baik lagi menjadi wisata baru yang menjanjikan.

Tapi..

Kendala tetap ada wahai pemirsa. Pertumbuhan eceng gondok lebih cepat dari proses pengangkatan eceng gondoknya. Jadi ya membutuhkan alat dan mesin yang lebih banyak lagi juga. Harapannya sih banyak investor yang mulai melirik. Kamu mau join?

Kalau mau lihat video singkat tentang “Kisah Eceng Gondok di Rawa Pening” dari Motulz Anto silakan klik di bawah ya!