“HAH? ITU BAPAKNYA GAK MARAH?”
Reaksi spontan ketika dikasih tahu kalau di tempat yang saya kunjungi ada tradisi kawin culik. Jadi kalau mau ngelamar anak gadis ya harus diculik. Loh, kok gak dilamar dulu sih?
“Kalau dilamar justru dianggap penghinaan. Meminang membuat anak mereka diperlakukan seperti barang.” Kata pemandu yang menemani saya di Desa Sade. Duh, kok makin blunder ya…
Mas Pemandu (sebut saja itu karena saya lupa tanya namanya) berkata kalau penculikan ini memang salah satu tradisi adat, jadi bukan hal yang aneh. Karena merupakan suatu tradisi jadi tidak dijalani secara sembarangan. Tetap ada prosedurnya yang sudah disepakati masyarakat adat. Unik banget ya!
Siang hari yang tidak terik saya berada dalam perjalanan menuju Tanjung Aan. Saya baru saja menyelesaikan Half Marathon di Lombok Marathon yang start di Senggigi dan finish di Mataram dengan jarak 21Km. Memang rencana hari itu hijrah dari Mataram yang merupakan pusat kota ke sekitar pantai Kuta yang lebih tenang dengan keindahan alam yang memanjakan mata. Desa Sade terletak di Lombok Tengah, Nusa Tengggara Barat. Dari Mataram sekitar 2 jam, tetapi tidak terlalu lelah karena saya mampir-mampir untuk kulineran. Kalau dari Bandara sebenarnya lebih dekat lagi. Hanya sekitar 20-30 menit.
Supir yang menemani saya selama di Lombok secara impulsif bikin saya ‘nyasar’ di Desa Sade. Di tempat yang lumayan ramai dengan jalan aspal ada suatu desa yang dalamnya masih melestarikan keasliannya. Rumah dengan atap ijuk dan dinding anyaman bambu. Biarpun akses ke sana sudah aspal tetapi saat sudah memasuki desa itu jalannya masih tanah.
Budaya Sasak seperti ‘kawin culik’ juga masih berlaku. Desa yang masih memegang keaslian adat dan budaya Suku Sasak kuno memang sudah menjadi Desa Wisata sejak tahun 1972. Saya tidak tahu waktu percisnya karena Mas Pemandu hanya mengatakan sekitar tahun itu.
MEMBERSIHKAN LANTAI DENGAN KOTORAN KERBAU
Sambil dipandu saya memasuki salah satu rumah penduduk. Alasnya hanya dengan lapisan semen. Jadi lantainya ini dibersihkan dengan kotoran kerbau.
Pasti saat tahu dari kotoran kerbau pada menduga rumahnya sangat bau. GAK BAU SAMA SEKALI!
Malahan rumahnya lumayan sejuk. Mungkin pengaruh cahaya yang minim juga ya. Kotoran kerbau dipercaya membuat lantai licin, awet, hangat, dan tidak ada nyamuk. Bisa ditebak kan mereka pasti masih tidur di lantai makanya tiga hal tersebut sangat penting untuk kenyamanan tempat tinggal. Pas saya mampir sih memang tidak melihat ada kasur, meja, dan kursi.
ANAK GADIS TIDAK BOLEH MENIKAH KALAU BELUM PANDAI MENENUN
Di Desa Sasak anak perempuan dari usia 9 tahun sudah diajarkan menenun. Selain bertani, menenun adalah kegiatan sehari-hari perempuan di sana. Jika belum mahir dalam menenun belum boleh untuk menikah.
“Yah.. nikah kan masih lama ya?” pikir saya dalam hati. Maksudnya jika dibandingkan dengan usia 9 tahun sudah belajar ya pasti 22 tahun mah udah jago banget.
Tapi ternyata ini salah. Usia rata-rata siap nikah di tempat kita berbeda dengan di sana. Usia 19 tahun belum menikah sudah dianggap perawan atau bujangan tua. Buat kamu yang sedang membaca ini dan belum menikah, yang tabah ya…
KAWIN CULIK BUKAN KEJAHATAN
Seperti yang saya jelaskan di awal-awal tradisi ‘kawin culik’ ini memang ada prosedurnya. Gak semata-mata main culik aja. Si lelaki sudah menyepakati tanggal penculikan dengan calon pengantin wanitanya. Setelah diculik di bawa ke tempat tinggal ke suatu tempat, misalnya ke gunung atau tempat lain di luar lingkungan mereka (biasanya kerabat laki-laki). Kemudian HARUS mengabarkan ke kerabat supaya keluarga wanita tau kalau anak gadisnya ini sudah ‘diculik’.
Kalau keluarga calon pengantin wanita sudah tahu anaknya ini baru saja diculik, mereka langsung lapor ke lembaga adat setempat. Setelah itu baru tuh ada rembukan antara keluarga pria dan wanita untuk saling mengenal. Hampir sama kaya acara lamaran sih ya. Mengenalkan kedua keluarga dan membicarakan persiapan lebih detil seperti menentukan tanggal dan sebagainya. Kalau di sana disebutnya ‘Nyelabar’ atau ‘Masejatik’.
Tradisi ini merupakan tradisi turun menurun Suku Sasak. Mungkin kejantanan calon pengantin pria diuji dengan keberhasilan dia menculik. Minimal ada usaha, gak cuma main lamar terus bisa nikahin anak gadis orang. Berdasarkan cerita turun menurun sih zaman kerajaan dulu setiap pangeran mau melamar putri raja harus melewati tantangan, yaitu menembus ruangan yang dijaga ketat untuk bisa bertemu putri.
Saya mikirnya kalau di era sekarang kayanya agak susah ya nerapin tradisi begini. Saat menjelang malam penculikan si calon pengantin perempuannya update status di path atau twitter. Semua orang jadi tau kalau mau diculik. Terus secret admirer yang bertahun-tahun suka sama si wanitanya gak mau kalah. Dia berusaha buat menggalkan itu posesi penculikan.
Gagal deh!
Tapi saya beruntung bisa ‘nyasar’ di Desa Sade. Saya kira Lombok hanya untuk wisata pantai yang aduhai. Ternyata sisi budayanya juga sangat menarik. GAK NYESEL BANGET KE SINI!