Mendukung Atlet Indonesia untuk Asian Games melalui Media Sosial

Matahari semakin tak nampak. Saya nyaris menginjak seekor kodok yang berpose di atas jalur berahan karet berwarna merah bata. Ternyata bukan seekor kodok, tapi grup kodok.

Salah satu kenangan saya ketika berlari di Lapangan Madya, sebelum ditutup untuk umum karena tahap renovasi. Pada senin lalu (4/6/2018) kaki ini kembali menginjak jalur lari tersebut. Masih empuk, namun sudah bukan lagi lapangan tua yang banyak kodok. Bangunan yang dahulu entah itu untuk apa, kini menjelma menjadi tribun penonton yang luas dan tentu saja modern.

Saat dihubungi Mbak Aina dari Tim Komunikasi Menpora, saya langsung semangat. Bagaimana tidak, bisa mengunjungi Pelatnas dengan Bapak Menpora Imam Nachrawi adalah kesempatan langka bagi jelata seperti saya ini. Dan saya memang sangat menyukai olahraga, terutama lari. Dan ingin menebus rasa penasaran melihat kondisi lapangan Atletik sekarang.

Wefie dengan Pak Menteri, kapan lagi? (Kredit foto: Tim Komunikasi Menpora)

Nostalgia.

Bisa bertemu dengan masa lalu adalah nostalgia. begitupun melihat tempat biasa kita berlatih, biarpun cuma hore-hore.

Nostalgia juga saat saya bertemu dengan Perenang Putra Indonesia: Richard Sambera. Bagaimana tidak? Pada SEA Games 1997, Indonesia menjadi tuan rumah dan saya menyaksikan langsung beliau bertanding di Arena. Ketika itu saya masih SD kelas 6. Dan kemarin saya dapat melihat langsung bahkan ngobrol-ngobrol dan berfoto.

Bisa foto gini sama Richard Sambera aja udah seneng

Nostalgia juga saat bertemu dengan Alan Budikusuma. Masih ingat rasanya meletup-letup ketika Medali Emas direbut saat Olimpiade di Barcelona tahun 1992. Iya, saya sudah setua itu. Tapi waktu itu masih SD kok..

Milenial kenal Alan Budikusuma ga sih? Aku kenal dong!

Sejarah memang harus selalu dikenang, namun jangan lupa untuk terus membuat sejarah-sejarah yang baru..

Adik-adik yang sedang berlatih untuk Asian Games 2018 adalah bibit pencetak sejarah. Bahkan ada juga yang sudah menuliskan sejarahnya sendiri untuk Indonesia. Itulah yang saya rasakan saat melihat lebih dekat saat mereka berlatih.

BUKAN NYINYIR, TAPI MENYEMANGATI

Salah satu yang pengingat buat saya sendiri. Karena kadang mulut dan jempol netizen tuh jahat. Apa mumgkin kelebihan energi.

AKU TUH GAK KUWAT!

 

Saat mengintip atlet cabang olahraga Loncat Indah yang sedang berlatih, kaki saya malah ikutan ngilu. Gak terhitung lagi berapa kali harus terjung terus naik lagi dan diulang gak abis-abis. Kalau saya mungkin udah masuk angin.

Sesuai namanya, Loncat Indah dilakukan dengan meluncur dari ketinggian tertentu dengan cara yang sangat indah. Yang dilihat bukan hanya ketangkasan, tetapi juga keindahan. Tapi sedih juga kalau lihat atlet-atlet cabang ini tampil di tv nasional langsung di-blur sebadan-badan. Jadi gimana kita bisa lihat artistiknya pak.. buk..

Kredit Foto: Tim Komunikasi Menpora.

Belum lagi kalau sampai yang bawa-bawa agama. Ya kan namanya juga mau olahraga, bukan pergi pengajian atau ambil raport anak sekolah. Semoga di Asian Games nanti dama-damai aja ya.

Para atlet yang lagi menjalani latihan itu juga banyak yang puasa loh. Padahal latihan yang dijalani cukup berat. Mereka sahur dan buka gak sama keluarga. Kita sendiri tau lah nahan kangen sama keluarga itu berat.

MENGINTIP PERSIAPAN PARA ATLET UNTUK ASIAN GAMES 2018

Jadi gini.. saya kan gak hapal semuanya tapi dari tiga arena yang dikunjungi (Panahan, Akuatik, dan Atletik) jadi sempet ngintip dikit-dikit. Untuk Panahan, terdapat 16 atlet putra dan putri dari Indonesia yang kan bertanding nanti. Persiapannya sudah cukup matang karena diharapkan membawa minimal 2 medali emas.

Tanggal 21 April 2018 kemarin tim Panahan membawa pulang medali perunggu dalam Kejuaraan Dunia Tahap Pertama di Shanghai, Tiongkok. Sementara itu, tanggal 20-26 Mei 2018 Riau Ega Agata Salsabila dan Diananda Choirunnisa yang juga mengikuti kejuaraan dunia di Antalya, Turki. Pertandingan juga menjadi bentuk persiapan fisik dan mental. Nah, semoga di Asian Games nanti akan tampil gereget.

Untuk cabang olahraga Akuatik, Indonesia mengirimkan 8 atlet renang Indah, 9 atlet loncat indah, dan 2 skuat polo air. Targetnya sih Indonesia bisa membawa 1 medali emas, tapi ini memang ga mudah. Harus diakui persaingannya cukup ketat. Tapi usaha mah jalan terus kok. Bulan Mei 2018 kemarin, tim Renang Indah mengikuti latihan dan juga try-out ke Jepang.

Untuk tim Loncat Indah, Agustus nanti akan menjalani try-out ke Tiongkok. Sementara itu, tim Polo Air sendiri sudah mengimport pelatih dari Serbia, yaitu Milos Sakovic.

Dan bagaimana untuk Atletik?

Kita semua terpukau oleh penampilan dari atlet jalan cepat Hendro Yap, yang berhasil memecahkan rekor di cabang Jalan Cepat pada SEA games tahun lalu. Cabang Atletik berhasil meraih 15 medali dari cabang atletik di ajang ini. Keberhasilan ini membangkitkan rasa percaya diri Indonesia dapat kembali bersinar di Asian Games 2018 nanti.

Indonesia sendiri mengirimkan 16 atlet di cabang olahraga Atletik. Persiapan yang dilakukan sudah cukup matang. Bahkan atlet kita telah mendapat pelatihan khusus di Amerika Serikat selama satu bulan lamanya dengan Harry Marra sebagai konsultan.

Saat kami berkunjung, para atlet sedang melakukan pemanasan. Ada satu atlet wanita yang memiliki wajah yang cantik dan postur tubuh yang tinggi dan atletis. Dia adalah Emilia Nova, atlet lari gawang 100 meter. Sayangnya saya dan teman-teman tidak ngobrol kebih lama karena Emilia harus fokus menjalani latihan.

Tamoak jelas badan yang terlatih dan yang tidak terlatih.

Tim Atletik Indonesia menargetkan untuk menggondol 2 medali emas. Agar lebih matang lagi menghadapi ajang Asian Games, tim Atletik kita akan menjalani pusat pelatihan di Korea Selatan pada tanggal 14-18 Juni 2018 nanti. Mereka yang berangkat dari disiplin nomor 100 meter dan 4x 100 meter putra, lari 110 meter gawang putra, lompat jauh putra, lari 100 meter gawang putri, dan tolak peluru putri.

TURUT BERKONTRIBUSI SESUAI KAPASITAS

Pak Imam Nachrawi mengajak para media dan penggiat media sosial ikut meramaikan #AsianGamesKita. Jika para atlet mengharumkan nama negeri dengan berlatih dan bertanding, kita sebagai bagian dari warga negara Indonesia juga ikut berkontribusi sesuai kapasitas yang dimiliki.

Para atlet Atletik bersama para blogger/vlogger/jurnalis yang sedang tur Pelatnas Asian Games 2018. (Kredit foto: Tim Komunikasi Menpora)

Saya ini bukan siapa-siapa, bukan atlet, dan minim prestasi. Bukan pejabat, artis, apalagi guru ngaji. Saya hanya rakyat jelata yang suka olahraga dan menulis.  Daripada cape nyinyir, lebih baik energinya dipakai untuk turut mempromosikan #AsianGamesKita.

Kesuksesan Asian Games 2018 nanti bukan hanya kerja keras pemerintah dan atlet, namun kita juga turut berperan. Tentunya sesuai kemampuan yang kita miliki. Gak bisa kaya berlari seperti Emilia Nova tapi kalau posting-posting mah bisa lah…

Boleh diintip akun media sosial saya @fitritash (Twitter dan Instagram) dengan hashtag #AyoIndonesia dan #AsianGamesKita. Oiya, silakan mampir juga ke bugaraga.com ya!

3 Srikandi Bikin Makin Sayang Ke Atlet Indonesia

Rabu pagi ketika matahari masih belum sempurna naiknya saya sudah bergegas untuk pergi ke PIK. Tempat yang berada di ujung utara Jakarta ini berada 46KM dari rumah di Bekasi. Iya, jauh.

Saya mengambil rute selatan karena lewat jalur dalam kota macet karena bersamaan dengan jam orang Bekasi berangkat kerja menuju Jakarta. Tapi saya semangat karena pagi itu mengajar di tempat pelatihan atlet taekwondo Indonesia. Saya suka berbagi ilmu dan bisa berkontribusi untuk mereka. Bisa ikut belajar menendang juga di sana. Pagi itu selain latihan juga banyak cerita tentang pengalaman mereka yang banyak membuat saya ternganga. Menjadi atlet itu memang harus kuat mental dan fisik.

Undangan Gala Premiere 3 Srikandi
Undangan Gala Premiere 3 Srikandi

Sorenya saya langsung bergegas ke Grand Indonesia untuk Gala Premiere film  3 Srikandi di CGV Blitz. Film yang disutradai Iman Brotoseno dengan penulisnya teman saya yang cantik, yaitu Swastika Nohara. Tentang sejarah 3 atlet Indonesia cabang panahan puteri yang meraih medali Olimpiade untuk pertama kali tahun 1988 di Korea Selatan. Tak hanya kisah tentang para atlet yang bertanding, tetapi juga pelatih dibaliknya yang berkontribusi dalam kemenangan.

Bersama Pak Sutradara dan teman-teman yang hadir
Bersama Pak Sutradara dan teman-teman yang hadir

Lumayan lama menunggu untuk bisa menonton film ini. Makanya senang sekali saat Mbak Wiwiek menawarkan datang ke Gala Premiere 3 Srikandi. Film yang membuat saya penasaran bagaimana kisah para atlet kita berjuang dulu, tentang bagaimana para pemeran memainkan karakternya, dan apakah ini menjadi film yang menarik atau membosankan.

Bicara soal pertandingan, sebagai masyarakat umum kebanyakan saat menonton pertandingan olahraga di televisi hanya berpikir “Harus menang!”. Dan ketika kalah langsung kecewa, tak jarang juga sedikit mengumpat “Ah, payah!”. Dari film 3 Srikandi baru saya tahu bahwa saat kalah pertandingan, atlet yang bertanding jauuuuh lebih sedih dan jauuuuuuh lebih kecewa. Apalagi moment tidak bisa diulang. Bagaimana kehidupan mereka bergantung pada pertandingan. Selesai pertandingan, tentu kalah dan menang ini sangat berpengaruh pada masa depan merka. Beda jika hanya sebagai penonton, saat pertandingan kalah ya sudah. Sedih dan kecewa. Tapi saat besoknya kehidupan kembali seperti semula. Tidak ada dampak apa-apa. Kecuali jika memang ikut taruhan. Bokek.

Sedikit cerita dari yang saya dengar waktu makan siang kemarin dengan Pak Alfian, atlet senior taekwondo putera Indonesia. Saat masih muda dan bertanding dulu dalam kejuaraan, dia sampai makan obat penahan rasa nyeri. Supaya hanya fokus menendang tanpa berpikir rasa sakit. Walaupun kaki sampai bengkak. Itu hanya sedikit cerita. Dalam film 3 Srikandi menceritakan lebih kompleks lagi. Nurfitriyana Saiman (Bunga Citra Lestari) harus berlatih di saat sedang menghadapi skripsi dan ayahnya yang menentangnya. Kusuma Wardhani (Tara Basro) menolak menjadi PNS demi pertandingan, padahal kondisi ekonomi keluarga juga tidak baik. Kalau yang dialami Lilis Handayani (Chelsea Islan) justru terkesan lebih ringan karena didukung ibunya yang juga mantan atlet nasional. Malah terkesan anak mami banget. Sampai akhirnya ibunya harus meninggal sebelum pertandingan Olimpiade. Duh.

Tara Basro, BCL, dan Chelsea Islan di 3 Srikando. Foto diambul dari blog lifetimejourney.com

BCL meranin anak Jakarta udah pas banget. Tapi aku ngerasa dia kurang jadul. Logat dan gesturenya masih jakarta-jakarta kekinian. Kalau Tara Basro bikin saya yakin dia dari Makasar. Beneran dari sana gak sih?

Kalau Chelsea Islan…

Lumayan menarik nih. Scene awal-awal ngerasa chelsea kurang jago meraninnya. Kaya bukan atlet panahan profesional. Lebih kaya anak mama. Saat cerita makin bergulir ternyata memang begini karakter perannya. Dan dia menghidupkan filmnya sekali!

Tapi yang bikin gemas-gemas lucu tetap karakter Donald Pandiangan (Reza Rahardian). Saya tidak tahu apakah ada sisi subjektif dari Kak Tika sebagai penulis atau memang aslinya begitu. Donald ini menjadi pria yang lovable. Dimana-mana cowok yang galak itu kan nyebelin ya, kok disini malah gemesin. Oh, iya.. Reza Rahardian!

Reza Rahardian dalam film 3 Srikandi

Kayanya Reza selalu baik dalam memerankan karakternya. Bahkan kalau kisah hidup saya diangkat ke Film, maunya Reza yang jadi meranin. Reza Rahardia pakai baju belel yang belepotan oli juga tetap ganteng. Pakai baju yang dekil dan terlihat jadul juga malah keren. Dia tuh kayanya gak bisa jelek. Saya belum pernah lihat cowok bengkel dengan baju yang belepotan oli terlihat sekeren ini. Dia beneran pake baju kusut dan lumayan lusuh, tapi ya kok jatohnya malah seksi! Hadeeehh..

Dalam film beberapa kali tertawa bersama teman nonton saya kemarin, yaitu Milly Ratudian dan Mas Shafiq Pontoh. Tiap ada romancenya langsung “Aw..aw..aw..”. Malahan saya sempat tutup muka dan pipi bersemu merah saking terbawa cerita. Akan tetapi saat sesi mereka harus lipsync nyanyi ratu sejagat, VO-nya kurang oke. Suaranya sempat gak sama dengan pergerakan mulut. Malahan menurut saya scene ini gak perlu ada, meski ujungnya ketawa juga saat Rezanya muncul. Duh, lagi-lagi Reza.

Efek habis nonton ini kayanya pikiran saya lebih terbuka tentang atlet Indonesia. Entah kenapa jadi kesengsem banget sama atlet. Malahan semalam mimpi daftarin anak untuk jadi atlet. Duh, andai waktu bisa diulang, saya mau banget jadi atlet. Pelatihnya Reza Rahardian. :p